Rabu, 09 Oktober 2013

Berbanding Lurusnya Ilmu dengan Kebodohan



“Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.”
(Imam Asy-Syafi’i)

Saya selalu senang ketika guru mengaji saya menelpon. Malu juga sih, karena sebagai seorang murid sayalah yang seharusnya rajin- rajin menelpon beliau. Tapi itulah istimewanya beliau, baik sekali. Pada setiap pembicaraan di telepon, pasti selalu ada yang saya dapat. Karena beliau tak hanya sekedar menanyakan kabar, kegiatan terbaru, atau sekedar kesibukan sehari- hari tapi juga selalu memberikan nasehat dan pengetahuan- pengetahuan baru.

Beliau bernama Asep Rohmat. Dari sekian banyaknya guru saya, beliau adalah salah satu yang paling dekat baik dengan saya maupun dengan orang tua. Istimewa karena beliau sangat cerdas, bijaksana, pemaaf dan selalu positif thinking. Saya hampir tidak pernah merasa tak nyaman pada nasehatnya, tidak pula pernah merasa sakit hati saat beliau mengingatkan saya jika saya salah.

Hampir semua kegiatan saya beliau tahu, dan hampir semua hal- hal baru yang saya tahu saya konsultasikan pada beliau. Beliau selalu menasehati saya untuk belajar banyak hal dari banyak guru. Salah satunya adalah beliau “menitipkan” saya pada seorang guru khusus yang tahfidz untuk membimbing saya menghapal.

Sampai detik ini hapalan saya memang belum bagus, tapi saya bersyukur karena atas kehendak Allah saya mendapatkan banyak pelajaran dari orang-orang yang begitu saya syukuri keberadaannya. Dulu, saya pernah mengaji disebuah “lingkungan”, disana saya dikelompokkan dan dikhususkan belajar pada satu guru. Kami satu sama lain tidak boleh saling memberi tahu siapa guru mengaji, teman- teman kelompok atau pembicaraan didalam proses mengaji. Agaknya harus rahasia. Menurut saya itu juga baik. Namun seiring berjalannya waktu ternyata saya tidak cocok belajar dengan metode itu. But, keep respect buat mereka.

Nah, sekitar dua jam yang lalu guru saya menelpon. Saya aji mumpung dengan menanyakan banyak hal, hehe. Saya lupa memikirkan berapa banyak pulsa yang harus beliau habiskan. Salah satu yang saya ceritakan adalah kegiatan terbaru saya pada sebuah komunitas Underground. Saya bilang pada beliau bahwa akhir Oktober ini komunitas saya akan mengadakan konser bertajuk “Fight New World Order” dan pada kegiatan tersebut saya diamanahi sebagai MC.

Ternyata beliau sangat mengapresiasi, tidak lupa beliau memberikan nasehat dan penjelasan terkait “New World Order”. Namun, tidak hanya itu yang saya ceritakan, saya juga katakan pada beliau bahwa menjalani ranah ini ternyata banyak sekali yang memberikan kritik pedas, menentang bahkan menganggap saya “bermasalah”. Dari sekian banyak penentang kebanyakan diantaranya adalah teman- teman seangkatan yang begitu fanatis.

Beliau tertawa dan menyampaikan pada saya sebuah quote Imam Asy-Syafi’i, “Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.” Beliau mengisyaratkan bahwa seyogyanya semakin padi berisi semakin meruduk pula ia. Jika kita melakukan segalanya semata hanya karena Allah maka segala hambatan tidaklah jadi alasan untuk berhenti atau sakit hati.

Banyak yang menghina, mengkritik, mengatakan bahwa kita salah, sesat dan buruk namun tidak dengan cara yang baik. Banyak yang mengomentari apa yang kita lakukan dan karya yang kita hasilkan, merasa diri paling tahu padahal ilmu baru diambang pintu. Agaknya benar apa kata Imam Asy-Syafi’i, “Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.” Karena bumi ini begitu luas, dan ilmu pengetahuan pun tak terhingga luasnya. Sehingga bukan menjadi hak kita untuk sombong.

Terimakasih Ya Allah, orang- orang disekitarku yang Engkau kirimkan tidaklah semata- semata melainkan sebagai pelajaran untuk bekal hidup agar lebih baik, lebih dekat dan lebih yakin pada-Mu. Alhamdulillaah..


*the image taken from google