Senin, 15 April 2013

Teruntuk Adik Di Syurga




Dik, masih ingatkan? Beberapa waktu lalu kakak pernah berikrar janji pada Tuhan. Janji untuk selalu menyayangimu dengan tulus, membina dan menjagamu selama kakak hidup. Dik, masih ingatkan? Sesaat setelah mengetahui kabar kehadiranmu dirahim bunda, kakak begitu bersuka cita. Kakak mohon pada Tuhan, atau lebih tepatnya memaksa Tuhan agar mengizinkanmu hidup. Kakak juga memaksa Tuhan agar memberimu dan bunda kekuatan menghadapi masa sulit.

Oh dik, rupanya kakak terlalu memaksa. Kakak minta Tuhan berikan kakak adik baru, tapi kakak tidak mawas diri. Dik, maafkan kakakmu yang pandir ini. Sungguh, meski kau harus pergi dan berkata pada Tuhan tak sanggup hidup, kakak begitu berduka. Sempat terbersit tanya, apakah kau tidak mau mempunyai kakak sepertiku? Mengapa kau begitu pengecut bahkan untuk sekedar lahir kedunia? Mengapa kau tak mau berbagi senyum mungil itu?

Oh dik, rupanya kakak keliru. Tuhan Maha Tahu kakak tak siap. Maafkan kakak telah egois. Ya, ketidaksanggupanmu hidup adalah tepat. Karena dunia ini bukanlah tempat yang menyenangkan. Penuh kemunafikan, kebohongan dan penipuan. Terlalu banyak hal yang dapat membuatmu berbuat dosa. Sudahlah, kakak baik-baik saja. Tak mengapa, kakak merelakan ketidaksanggupanmu. Biar kakak saja yang bergelut dengan beratnya kehidupan, kamu jangan.

Dik, kakak tetap menyayangimu. Dan akan selalu begitu, Insyaallah. Ingat ya, Tuhan begitu sayang pada kita. Dan Hanya Dialah yang Maha Mengetahui apa- apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Zee, tunggu kakak disana. Insyaallah kita pasti akan bertemu.

Salam sayang,

Kakakmu dibumi


Sumber gambar: www.google.com

Minggu, 14 April 2013

Emang Harus Ya Punya Guru Ngaji?



“Respect to all teachers around the world”

Rasanya tidak mungkin jika kita hidup tanpa seorang guru. Semua manusia berkembang tidak lepas dari bimbingan guru. Ya, guru itu bisa siapa saja dan apa saja. Tergantung seluas apa cara pandang kita. Bisa guru yang mengajar disekolah, dosen di kampus, orang tua kita, saudara-saudara kita, alam semesta, hewan, tumbuhan dll.
 
Sungguh, saya amat sangat bersyukur atas karunia Allah menghadirkan banyak guru yang luar biasa dalam hidup saya. Dengan pelantara mereka semuanya lah, saya belajar hidup dengan baik. Belajar berjalan pertama kalinya dengan bimbingan ibu dan ayah, belajar mengeja dan membaca dengan guru TK dan SD yang penyabar, belajar meluaskan pemikiran dengan dosen dan guru besar, juga belajar makna hidup dengan guru kehidupanku yang aku sayangi.

Oya, tidak lupa. Sebagai seorang muslim kita pasti sudah diajarkan mengaji sedari kecil. Guru mengaji kita adalah yang paling luar biasa, mereka membantu kita membangun pondasi hidup yang dengan kehendak-Nya membuat kita kokoh bertahan bahkan hingga akhir hayat.

Rasanya tidak berlebihan jika saya katakan bahwa jika seorang manusia yang muslim hidup didunia ini tanpa bimbingan “seorang guru” maka kehidupannya akan diselimuti dilema. Ya, hanya Allah yang Maha Memberi Petunjuk, namun dapatkah kita peroleh petunjuk tanpa ikhtiar?

Baik, sebelum dilanjutkan saya ingin menyamakan persepsi terlebih dahulu mengenai sebuah kata, “guru”. Mudah-mudahan dengan menyamakan persepsi terlebih dahulu pesan dalam susun kata ini dapat maksimal terbagi.

Seperti yang sempat saya singgung diatas, guru itu bisa siapa saja, bahkan bisa saja itu teman kita sendiri atau alam semesta yang tasbihnya tak henti. Siapapun yang membuat kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran, siapapun yang dapat membuat kita menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya, dan siapapun yang mengajari kita untuk semakin yakin dan mencintai Tuhan layak disebut guru? Bagaimana setuju?

Nah, kemudian kita kerucutkan sebuah kata “guru” menjadi “guru ngaji”. Apa yang ada dibenak teman-teman tentang “guru ngaji”? Apakah seseorang yang mengajari kita membaca Al-Qur’an, mengkaji Hadits, mengenalkan kita sejarah agama atau mengajari kita tata cara shalat? Ya, tepat sekali.

Namun disini saya ingin memperluas maknanya, jadi tidak hanya mengajarkan membaca Al-Qur’an, tata cara shalat dll, tapi juga mengajari kita untuk “bertahan hidup”, membantu kita menemukan jalan keluar akan persoalan-persoalan hidup, dan tanpa henti terus membagi ilmu serta mengajari kita untuk semakin cinta pada Tuhan setiap harinya.

Seperti kita tahu, umur semakin bertambah, hidup semakin berkembang, zaman kian berubah dan otomatis persoalan hidup semakin kian kompleks. Jika pondasi kurang kokoh maka kehancuran adalah keniscayaan. Kita bisa lihat fenomena era ini dimana penderita depresi dan masuk Rumah Sakit Jiwa semakin meningkat setiap harinya, pembunuhan dan bunuh diri, pencurian dan perampokan, dan masih banyak lagi.

Ya, begitulah jadinya jika kita hidup tanpa adanya pondasi yang kuat. Hal-hal negatif sangat mungkin menghampiri kita terlebih ditengah zaman yang kian ironi ini. Segala sesuatu harus ada ikhtiar atau jalannya bukan? Maka, milikilah “guru ngaji” dalam hidup kita. Guru yang senantiasa membantu kita ketika kita kebingungan dan dilanda keraguan, guru yang selalu memapah kita dikala pondasi kita merapuh, guru yang selalu mengingatkan kita ketika kita melakukan kesalahan, guru yang dengan wasilahnya kita jadi lebih yakin dan mencintai Tuhan. Sudahkah kalian memiliki guru mengaji? Jika belum, segeralah mencari, percayalah hidupmu akan lebih terarah dan berarti.

Ya, sekali lagi ingin saya tegaskan, ini hanyalah ikhtiar. Allah Maha Berkehendak, Maha Memberi Petunjuk, Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Namun, selalu ada jalan yang arus kita tempuh. Milikilah minimal seorang guru mengaji. Mari selalu berusaha untuk lebih baik setiap harinya. Mari semakin kuat menghadapi hidup sebuas apapun zaman yang menjadi massa kita. Mari belajar hingga ajal menjemput kita.

Salam hormat untuk semua guru di dunia ini, pahlawan tanpa tanda jasa, yang ilmunya bermanfaat tiada henti. Salam hormat untuk semua guru mengaji, pejuang pembawa cahaya terang dibumi, yang ilmunya bermanfaat sampai mati.

Semoga kalian semua senantiasa dijaga, disayangi dan diberkahi Allah. Terimakasih untuk segalanya.
Teruntuk guru mengajiku yang begitu ikhlas berbagi dan sabar membimbing (Bunda, Ayah, Pak Asep Rohmat dan Bang Yadi). Setiap kata yang muncul dari lisan kalian begitu menghujam kedalam hati. Meski tak formal seperti da’i di TV, yang setiap jengkal kata diselingi ayat Qur’an dan Hadits, tapi aku yakin berangkat dari sanalah kalian memapahku. Respect!!

*sumber gambar: www.google.com

14 April 2013, 23: 45
Vissiana Rizky Sutarmin