Tampilkan postingan dengan label Government. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Government. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 November 2012

Pray for Rancamanyar, Pray for Baleendah, Pray for Kabupaten Bandung





Akhir-akhir ini lumayan muak. Duh sistem, sampai kapan menggerogoti rakyat kecil seperti kami. Memang tak hanya disini tapi diseluruh Indonesia, praktik KKN dan kezaliman pemimpin akan selalu ada. Kasihan anak-anak, orang tua, mahasiswa, orang-orang yang sakit, orang-orang miskin, mereka dirugikan. Aku dirugikan.
Duh Tuhan, premanisme ada dimana-mana. Bahkan disini. Kami rakyat kecil bahkan tak bernafas dengan bebas. Kesana harus bayar. Kesini harus bayar. Pakai ini harus bayar. Pakai itu harus bayar. Ingin ini harus bayar. Ingin itu harus bayar. Mau lancar harus bayar. Mau cepat harus bayar. Mau mudahpun harus bayar. Pungli oh pungli. Saku jaketku kering kerontang, hilanglah belas kasih. Oh, ternyata harus ada uang.
Duh Rancamanyar, premanisme, kezaliman, kemaksiatan. Kini apa? Banjir datang. Beberapa merana kebasahan, beberapa lagi tertawa kegirangan, bermain air genangan. Duh Rancamanyar, kedengkian, penghinaan, pertengkaran begitu mudah berdatangan. Kemaksiatan dibiarkan. Harta orang diributkan. Tetangga beli tv, sariawan. Tetangga beli motor, meriang. Tetangga beli mobil, jantungan. Tetangga renovasi rumah, kepala kleyengan. Duh Rancamanyar, anak kecil ditampar “seseorang”, katanya karena nakal. Untung sang Ayah masih berbaik hati, tak melaporkannya pada polisi. Duh Rancamanyar, pengedar obat terlarang bebas bersarang. Pemuda-pemuda terjebak, bingung mau jadi apa. Menikah, berkonflik terus cerai. Mengingatkan pada kebenaran dibilang kampungan.
Duh Baleendah, Citarum meninggi rakyatpun kebingungan. Tradisi banjir jadi rutinan. Beruntung sempat ada penangan saat musim kemarau. Pengerukan Citarum yang dulu jadi tontonan. Duh Baleendah, beberapa ruas jalan terkadang mandek. Macet total. Benar-benar tak bergerak. Kendaraan sebelah kanan memenuhi jalan sebelah kiri. Kendaraan sebelah kiri memenuhi sebelah kanan. Orang-orang tak sabar, orang-orang meradang. Berbuahlah pertengkaran, berbuahlah perkelahian.
Duh Kabupaten Bandung, Soreang Ciwidey merana. Longsor menutup jalan. Kemacetan sampai 1 Km. Longsor meratakan rumah. Si Pemilik tunduk pasrah. Duh Kabupaten Bandung, Sang Pemimpin nampaknya jauh lebih baik dari yang kemarin. Meski tak tepat waktu namun cukup tepat janji. Kami doakan semoga Anda selalu diberkati.
Akhir cerita semoga Tuhan senantiasa melindungi kami dari pemimpin yang zalim, dari premanisme yang kian berkembang, dari bencana yang tidak sanggup kami menghadapinya, dari kejahatan para koruptor, pencuri, penjual obat-obatan terlarang, orang-orang dengki dan dusta. Terimakasih pemimpin yang (masih) memegang teguh amanah, para guru yang tak lelah mengabdi, ustad-ustadzah yang tak henti berbagi, dan semuanya yang baik hati. Pray for Rancamanyar, Baleendah dan Kabupaten Bandung. Pray for Indonesia.. J
#Tentang daerahku, yang baru sedikit aku tahu..
#Tentang kampungku, yang membuat aku pilu..

Vissiana Rizky Sutarmin
19 November 2012, 21:02

*Sumber gambar : www.google.co.id

Selasa, 28 Februari 2012

Antara Peluh Pejuang Jalanan dan Pahitnya Raut Wajah Kementerian



Sempat berfikir, mengapa saudara-saudara saya lebih memilih berpanas-panasan kejalan untuk meminta bantuan. Mengapa mereka tidak mendatangi intansi terkait yang dapat membantu mereka mewujudkan asanya, “Membangun mesjid atau pesantren”.
Sempat juga merasa malu, melihat saudara-saudara saya mempertaruhkan harga dirinya demi selembar uang lusuh Kapitan Patimura. Atau logam berkarat berlambang pancasila. Mengapa mereka mempermalukan agama mereka dengan memelas dijalan? Mengapa mereka tidak meminta “Orang-orang atas” untuk meringankan beban mereka.
Sungguh, tak pernah saya sangka bahwa jawaban atas keheranan, kebingungan dan tanda tanya dalam fikiran saya akan terjawab secepat ini. Allah begitu baik, dengan tidak membiarkan saya terlalu lama dalam jelaga suudzon pada saudara saya sendiri.
Saudaraku, terlalu dini memang. Namun, kini saya dapat mengerti. Mengapa kalian lebih memilih cara radikal dengan meminta-minta dijalan dibanding mengajukan proposal bantuan pada Kementerian atau lembaga terkait. Mungkin inilah satu dari sekian banyak alasannya.
Sungguh saya bersyukur atas luka yang telah ditorehkan para Pejabat Kementerian “X” kepada saya. Karena dengan itulah saya menangis, mengingat dosa-dosa yang luput dari taubat, mengingat kedzoliman saya pada saudara saya dan membuat saya semakin yakin, bahwa dakwah bukanlah jalan bertabur bunga.
Saudaraku, ternyata sulit ya menemui orang-orang Islam yang dapat menerima saya. Padahal saya adalah saudara mereka semuslim, dan mereka pun adalah saudara saya semuslim. Tak pernah saya kira, bahwa prinsip “Antara muslim yang satu dengan yang lain itu bersaudara” telah lama dimuseumkan. Tak pernah saya duga, bahwa senyum saudara saya di Kementerian akan semahal ini.
Saudaraku yang turun kejalan, maaf atas jelaga yang telah saya ukir dalam kanvas kehidupan yang amat singkat ini. Maaf atas segala prasangka buruk yang pernah terlintas dalam fikiran saya. Maaf saya pernah berkesimpulan bahwa tindakan kalian meminta-minta dijalan dengan label “Pembangunan Mesjid” itu sangat memalukan Islam.
Saya mengerti, terlalu dini untuk menyimpulkan ini semua mengingat banyak sekali aspek yang perlu sama-sama kita kaji, agar kemudian tak lagi ada prasangka diantara kita. Namun, biarlah kekecewaan pada “orang-orang atas” ini menjadi penawar agar kemudian saya bisa lebih memahami saudara-saudara saya yang dengan speaker diatas mobilnya menyerukan “Bapak-bapak ibu-ibu yang baik hati, mohon bantuan bagi pembangunan bla..bla..bla..” Biarlah wajah pahit Kementerian membuat saya lebih menghormati saudara-saudara saya yang mengarak kotak amal kejalanan.
Saudaraku yang berpeluh-peluh dijalan, semoga Allah senantiasa memelihara hati kita dari penyakit dan senantiasa membimbing hati kita agar senantiasa sibuk karena Allah. Semoga kita semua dilindungi dari niat jahat nan pandir. Semoga Allah mengampuni kita atas jalan yang mungkin tersalah. Semoga Allah senantiasa meridhoi langkah kita.
Dan, untuk saudara-saudaraku para pengabdi negara yang menghabiskan waktu kerja dikantin, untuk para pengemban amanat rakyat yang duduk santai dengan kepulan asap dimeja kerja, untuk para pejabat yang lupa bahwa mereka adalah makhluk lemah, untuk para pegawai negara yang kesulitan ramah melayani rakyat. Semoga hidayah dan inayah-Nya senantiasa menaungi kalian. Terimakasih atas pengalaman yang amat berharga ini. Terimakasih telah melempar saya dan mungkin saudara-saudara saya yang lain bak bola pingpong. Terimakasih atas penerimaan kalian yang begitu mengesankan.
Ingin kembali saya tekankan bahwa mungkin terlalu dini untuk menyimpulkan ini semua. Namun, biarlah ini menjadi catatan kehidupan saya. Biarlah ini menjadi pengingat untuk saya dimasa depan, bahwa saya pernah menjadi rakyat kecil yang diperlakukan “istimewa” oleh para pejabat negara. Biarlah ini menjadi bukti, bahwa kedzoliman pada rakyat kecil yang sering digembar-gemborkan di TV pernah saya alami sendiri.
Alhamdulillah, Maha Besar Allah yang senantiasa menyayangi hamba-Nya dengan cara-Nya yang tak terduga. Maha Besar Allah yang senantiasa menurunkan hikmah agar hamba-Nya bersyukur dan berfikir.



Senin, 27 Februari 2012 23:22
Refleksi sepulang dari kantor Kementerian “X”
Addhoif
Vissiana Rizky Sutarmin

Kamis, 05 Januari 2012

Menyoal Penegakkan Hukum di Indonesia




Gerah juga mengikuti kabar-kabar yang merebak akhir-akhir ini. Namun, suka tidak suka informasi terkini haruslah senantiasa diperbaharui. Meski sudah "jembar" mengingat apa yang di publish media hanya berkutat pada kisah-kisah buruk nan tragis yang menyisakan oleh-oleh sesak, kesal dan marah yang tak dapat disalurkan.

Coba perhatikan konten media akhir-akhir ini. Kasus Freeport, kasus Mesuji, kasus Bima, kasus pencurian sandal jepit milik anggota polisi oleh Aal bocah 15 tahun, dll. Ah, jika saja saya seorang polisi, saya bingung harus harus melakukan apa untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang perlahan memudar. 

Terlalu dini rasanya saya menyoal penegakkan hukum di Indonesia mengingat ada yang jauh lebih kompeten dibanding saya, seperti bapak dan ibu pengacara, aktivis HAM, mahasiswa hukum atau para penegak hukum itu sendiri. Namun, semoga dengan menulis saya bisa sedikit menumpahkan unek-unek saya yang kian mengendap akibat mengkonsumsi berita-berita ala media di Indonesia.

Saat ini semua mata rasanya tertuju pada penegak hukum kebanggaan kita. Ya, polisi. Banyak yang marah, kecewa, mengecam, bahkan sampai menghujat polisi karna kinerjanya kini kian tak sejalan dengan slogan-nya,  "Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat". Kasus-kasus diatas adalah contoh kecil dari betapa lucunya penegakaan hukum di Indonesia.

Saya sebagai manusia yang "gagap" dan "bodoh" hukum sungguh sangat kecewa. Hukum makin tebang pilih dan pastinya dapat dibeli dengan mudah oleh uang. Aal, bocah 15 tahun yang mencuri sandal jepit saja harus mengalami tekanan psikis yang amat luar biasa karna harus menjalani persidangan hingga kini. Belum lagi sebelumnya ia mendapat penyiksaan secara fisik karna dipaksa mengaku. Pula kasus penyuapan polisi oleh perusahaan-perusahaan atau orang-orang besar untuk kemudian menindas orang-orang kecil yang terpinggirkan. Sungguh ironi mengingat begitu banyak nyawa-nyawa melayang demi membela sesuatu yang menjadi haknya, seperti pada kasus Mesuji, Bima dan Freeport.

Efek sampingnya ternyata tidak berhenti sampai disitu. Mau tidak mau noktah yang mencoreng penegakkan hukum di Indonesia kini merupakan embrional runtuhnya kestabilan dan kepercayaan hukum kelak. Coba bayangkan, jika sekarang saja banyak masyarakat yang tidak lagi mau menaruh rasa percaya pada hukum di Indonesia, apa jadinya negara ini beberapa tahun kedepan? kedamaian mungkin hanya akan menjadi kata kenangan yang diabadikan dalam kamus bahasa Indonesia. Naudzubillah.

Namun, hal tersebut tentu dapat dicegah. Kita sebagai masyarakat haruslah cerdas dalam mencerna berbagai berita yang ditayangkan media, dengan tidak mengeneralisasi hanya pada satu kasus saja. Kita pun hendaknya tidak lekas menjustifikasi sebelum mengkaji dan menganalisis lebih bijak. Saya yakin, dibelahan bumi Indonesia masih ada para penegak hukum yang jujur, adil dan amanah. Mereka senantiasa memperjuangkan hak masyarakat yang terdzolimi meski disisi lain harus juga berjuang mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Kitapun tentu harus mengapresiasi intikad mulia para penegak hukum termasuk kepolisian yang akan melakukan reformasi internal demi memperbaiki kualitas dan kinerja yang diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat. Semoga kedepan, hukum di Indonesia dapat berjalan ke arah yang lebih baik dan para penegaknya pun diberi kekuatan serta kesabaran memperbaiki semua cela. Namun bukan dengan mencari kambing hitam, melainkan dengan menunjukan prestasi dan membuktikan realisasi slogannya selama ini. Semoga kita pun sebagai masyarakat dapat bersikap kian bijak dalam menyikapi tekanan-tekanan turbulensi yang melanda negeri ini serta tidak mudah terprovokasi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. 

Tetap semangat membangun negeri. Hidup hukum yang adil! Hidup polisi! Hidup Indonesia!

Lihatlah lebih dekat, maka engkau akan bijaksana!




Refleksi sebuah status di facebook
05 Januari 2012, 13: 06

Vissiana Rizky Sutarmin