Tampilkan postingan dengan label Life. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Life. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 November 2016

Intuisi #3




“Kay, sepertinya aku tidak akan berpamitan..”

Sudah lumrah bahwa dalam hidup ini ada pertemuan dan ada perpisahan. Adakalanya maksud baik kita tidak diterima, beberapa diantaranya bahkan malah menimbulkan permasalahan.

Memang sudah sejak awal, beberapa orang mendatangiku, mereka memberiku nasehat dan masukan. Beberapa nasehat dan masukan bahkan seperti sebuah nada peringatan, “Kamu harus hati- hati!” kurang lebih itu yang aku tangkap.

Tapi kau tau aku kan? Bagiku ucapan orang- orang diluar sana tidak seharusnya aku telan mentah- mentah. Cukup aku simpan dulu didalam saku untuk jaga- jaga.

Jumat, 18 November 2016

Intuisi #2




“Wahai Jelaga Tiga Sangkakala, aku bukanlah orang jahat..”

Kay, hidup adalah pilihan. Klasik ya, tapi begitu adanya. Dan pilihan berat harus dia pilih saat suara itu muncul. Suara yang sudah tidak asing bagi kita, namun masih begitu asing bagi dia. Ini aku tulis percakapan antara dia dan suara itu, ku buat berurutan agar kamu mudah memahaminya.


Suara itu          : “Siapakah dia yang lain yang sedang bersamamu itu?”

Dia                  : “Dia yang lain itu adalah temanku.”

Suara itu          : “Teman? Adakah artinya bagimu?”

Dia                  : Terdiam cukup lama, “Banyak, dia yang lain itu amat berarti buatku. Bila dia yang lain itu tidak ada, tetiba saja kakiku menjadi lemah, aku berjalan tapi seperti melayang, dadaku terasa sesak dan aku pun jadi demam.”

Kamis, 17 November 2016

Bicara Iman dengan Seorang Katolik



Kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur non aktif Basuki Tjahaya Purnama atau lebih kita kenal dengan nama Ahok ternyata berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat sehari- hari. Bahkan dikantor, kasus tersebut hampir masuk ke semua tema pembicaraan orang- orang. Kadang jadi kikuk juga, teman dekat saya, satu kantor satu ruangan, meja kerjanya tepat disebelah meja kerja saya, dia seorang Katolik taat.

Bukan apa- apa, saya hanya selalu membayangkan, bagaimana perasaannya ya saat Ahok begitu dibenci, saat tertuduh dari ini semua adalah seorang Kristen, ah saya pasti akan merasa tidak nyaman. Ya meskipun perlu digaris bawahi bahwa Muslim (termasuk apa yang saya rasakan) SAMA SEKALI TIDAK SEDANG MEMERANGI KRISTEN, CINA, ATAU APALAH ITU. TAPI INI TENTANG APA YANG ADA DALAM JIWA KAMI, YANG TIDAK SEMUA ORANG AKAN MENGERTI. Tapi tetap saja tidak akan nyaman, banyak celah- celah yang bisa jadi praduga, tersinggung sedikit atau banyak pasti akan ada.

Rabu, 16 November 2016

Intuisi #1




Tiada satu pun peperangan didunia ini yang tidak menggoreskan luka, menumpahkan darah dan membuang banyak sekali waktu, tenaga, fikiran, uang. Kematian adalah milik mereka yang terbunuh. Keletihan dan kepayahan adalah milik mereka yang membunuh. Tidak ada yang tidak tersakiti disini. Semua dengan lukanya masing-masing.

Jika peperangan melawan diri sendiri punya luka yang sama dengan peperangan melawan orang lain, mungkin kini diri ini tidak akan berbentuk. Terserah orang mau bilang apa, tapi benar rupanya bahwa luka dan darah pada perang ini juga tidak sedikit.

Seseorang berkata, kebenaran justru sering muncul pada apa- apa yang tidak nampak. Luka yang lebih dalam justru tidaklah terlihat oleh mata lahir. Tapi syukurlah karena beberapa dari manusia Tuhan beri kekuatan untuk membuat berbagai “kepalsuan” untuk menutupi lukanya.

Rabu, 02 November 2016

Mari Bicara Tentang Mati #2



Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.”


Beberapa bulan terakhir ini benar- benar luar biasa. Aneh juga sebetulnya. Hai, mari kita bicara tentang sesuatu yang kita tak dapat mengelak darinya, sesuatu yang pasti akan datang meski ntah kapan dan dengan cara apa, sesuatu yang mungkin kebanyakan kita takutkan. Ya, mari kita bicara tentang mati.

Sudah berkali- kali, secara berkala pula, saya bermimpi jika orang- orang yang saya kenal mengantarkan saya ke pemakaman. Mulai dari keluarga, teman sekolah, temah kuliah, sampai teman kerja. Semua bergantian. Belum lagi mimpi- mimpi lain yang saya “lupa-lupa ingat”, tapi masih berkisar soal kematian.

Saya yakin, tidak ada sesuatu apapun didunia ini terjadi kecuali atas kehendak-Nya, bahkan sehelai daun yang jatuhpun Allah tahu. Semua pasti ada alasannya.

Sabtu, 11 April 2015

Menulis untuk Mentertawakan Diri Sendiri




Merayakan Postingan ke- 62

Postingan ke- 62 itu sebenarnya tidak ada apa- apanya. Saya hanya penulis amatir dibandingkan mereka penulis- penulis keren yang jumlah karyanya ribuan bahkan jutaan. Tapi, izinkan saya merayakan ini, sebagai tanda syukur saja, syukur atas segala hal. Oya satu lagi, saya tulis ini sebagai bentuk ekspresi saya dalam mentertawakan diri sendiri.

Saya ingin tahu, apa yang terbersit dalam pikiran kalian ketika kalian mendengar kata “mentertawakan”? Tidak perlu mencarinya dalam kamus Bahasa Indonesia karena memang tidak ada. Itu artinya kata “mentertawakan” bukan kata yang baku? Iya betul, hehe.

Tentang Hikmah





Beberapa bulan yang lalu saat saya dan bunda masih harus bolak- balik Rumah Sakit Al- Ihsan Baleendah, saya ingat betul bagaimana rasa dan aroma setiap sudut ruang kakek dirawat karena pecah pembuluh darah. Ya, bagi saya, Apa (kakek saya) adalah manusia terakhir dan satu- satunya sosok yang benar- benar membela keluarga saya. Setelah berturut- turut saya kehilangan mamah, kemudian emak, kemuadian Apa Atib. Jauh sebelum itu, bahkan jauh sebelum bunda dewasa, Nenek Rukaesih pun pergi meninggalkan kami.

Sampai pada suatu hari saya pergi keluar ruangan dimana Apa dirawat. Saya benar- benar tidak tahan dengan pemandangan dimana tiga orang perawat mengganti selang di hidung Apa. Apa terlihat benar- benar kesakitan, dia merintih. Saya tidak bisa menahan diri melihat hal tersebut, lantas saya pun memilih untuk pergi ke taman rumah sakit.

Selasa, 20 Mei 2014

Jelaga Tiga Sangkakala #5




Sederhana Saja, Ini Rindu!

Kay berbekal sebuah pisau digenggamannya setiap hari. Pisau yang ia bawa- bawa kemanapun ia pergi. Pisau yang ia sertai dalam aktivitas apapun dalam hidupnya. Pisau yang sebenarnya tidak cukup tajam, tapi mampu membuatnya berdarah.

“Aku harus tusuk hatiku tiap kali aku rindu, pisau ini berfungsi bukan?” ujarnya dalam hati.

Kay berfikir sakitnya sayatan pisau akan mengalahkan sakitnya rindu. Ah, naif. Begitukah? Mengapa rindu harus diredam? Kau takut pada sesuatu! Ya, kau takut! Dan ketakutan tersebut membuatmu rela menempuh jalan yang kurang kau sukai.

Senin, 19 Mei 2014

Ingat ini, Ibda’ Binafsik!



sumber gambar : islamic-news4u.blogspot.com

“Apa yang kamu alami dan orang- orang yang kamu temui itu bukan kebetulan. Hal tersebut memang sudah ketetapan-Nya. Dan ketetapan-Nya tidak mungkin sia- sia dan tanpa hikmah.”

Kurang lebih itulah yang disampaikan guru mengaji saya, Pak Asep Rohmat, beberapa waktu lalu. Entah ada angin dari mana, tiba- tiba saja beliau menelpon dan berkata demikian. Tapi memang tepat rasanya. Karena saat itu saya sedang ragu. Ragu dengan apa yang saya alami dalam hidup beberapa waktu kebelakang. Kadang terfikir, “sebenarnya ada apa dibalik ini semua? Tuhan, apa yang hendak Engkau tunjukkan?

Saya dan Ekspresi ber-Tuhan


Sumber gambar : www.arrahmah.com

Entah yang saya alami setahun kebelakang ini termasuk kemunduran atau kemajuan. Tapi, saya merasa damai. Lebih bahagia. Sakit saya pun sekarang jarang kambuh. Sebuah kesalahankah ini?

Jika orang lain bertanya, “Memang awal mulanya seperti apa?”. Jujur, saya pun tidak tahu persis. Tapi semua berjalan begitu alamiah, tanpa pernah saya duga. Saya dengan senang hati mengikuti kemana langkah kaki tertuju. Satu bekal saya saat itu, yakin. Yakin bahwa Allah tidak akan ingkar janji. Allah sudah berjanji tidak akan membiarkan saya sendirian, dan membiarkan semua yang saya alami dalam hidup berbuah kesia- siaan.
Dan satu hal lagi, Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Ah, sempurna. Allah Maha Baik.

Kamis, 20 Maret 2014

Jembatan Awan




Jadi inget dulu waktu masih kuliah. Tempat yang saya pampang fotonya diatas itu akrab banget lah pas masa- masa itu. Saya tulis ini karena gak tahu kenapa saya ingat lagi, maklum, mungkin nilai historisnya yang cukup tinggi.

Ada yang saya alami di jembatan itu? Iya, banyak malah. Tapi bukan buat nakut- nakutin orang pas malem kayak Si Manis Jembatan Ancol ya :D..

Selasa, 25 Februari 2014

Diam- diam Aku Sombong




Ini soal hati yang letaknya tersembunyi. Hingga rasanya tak ada yang berhak menjustifikasi hati kecuali yang punya hak, Allah semata. Saat orang lain bilang, “kamu begitu baik hati, cerdas dan unik.” Aku katakan pada mereka bahwa semua itu biasa saja, aku bukan apa- apa. Rupanya ada senyum kecil yang tertahan di bibir, ada diam beberapa detik dalam hati. Ayo mengaku! Jangan- jangan, diam- diam aku sombong.

Ini soal hati yang letaknya tersembunyi. Apa kita benar- benar orang yang “benar”? Atau malah termasuk orang yang lain dihati lain disikap? Saat kita jadi manusia berguna, banyak membantu orang lain. Tanpa orang lain tahu kita banyak berbuat kebaikan, banyak buat prestasi. Lalu datanglah seorang bermulut besar bicara soal “jadi manusia berguna”. Kembali diam beberapa detik dalam renungan, merasa diri sudah talk less do more. Ayo mengaku! Jangan- jangan, diam- diam aku sombong.

Ini soal hati yang letaknya tersembunyi. Karena ingin jadi yang terbaik dimata Tuhan, aku berusaha menjalani kewajiban yang aku mampu semaksimal mungkin.  Seorang teman yang luar biasa Islami nan sholeh bicara secara tak langsung soal pendapatnya dengan menggebu- gebu. Katanya seseorang telah melenceng, pakaiannya jadi bla bla bla, sikapnya jadi bla bla bla, fikirannya jadi bla bla bla. Aku sadar diri semua bla bla bla itu ada dalam diriku saat ini. Kembali diam beberapa detik dalam renungan, aku tahu kekurangan mereka dan aku merasa bisa lepas diri untuk tidak melakukan hal yang sama. Sedetik aku rasa diriku tak seburuk itu. Ayo mengaku! Jangan- jangan, diam- diam aku sombong.

Mencari seribu alasan untuk membenarkan diri. Teruntuk sikap diri pada segala aspek dalam hidup, ayo mengaku! Jangan- jangan, diam- diam aku sombong.

Angkuh dalam kerendahan hati, bersikap ‘sok’ diam mengalah dalam balutan kritik, tinggi hati dalam perbaikan diri. Teruntuk penempatan diri pada segala aspek dalam hidup, ayo mengaku! Jangan- jangan, diam- diam aku sombong.

Hanya Allah yang Maha Membimbing langkah setiap hamba-Nya. Aku harap segala hal tentang angkuh dan tidak ikhlas dapat menjauh. Ya Allah, bantu bimbinglah aku. Karena diam- diam, aku sombong.

Astagfirullah..

Sabtu, 22 Februari 2014

Sudut Pandang..





Semua berawal saat aku begitu sangat ingin punya teman. Ya, teman. Tapi maksudku teman yang sesungguhnya. Bukan teman yang sekedar status, cukup saling tahu nama dan bertegur sapa. Apalagi sekedar teman facebook yang dengan mudah terhubung meski tak pernah bersinggungan barang satu waktu.

Kau lihat sendiri bukan? Temanku banyak. Cukup berjalan saja dari gerbang kampus menuju ruang kelas, sudah puluhan orang yang menyapa. “Hai, apa kabar?”, “Assalammu’alaikum?”, “Kemana saja kamu?”.

Kau lihat sendiri bukan? Banyak orang yang “nampak” seolah teman dekatku. Mereka dapat posisi seakan paling tahu aku ini siapa. Mereka yang dirasa sangat dekat dan sangat memahami diri padahal aku sendiri hanya cerita sedikit, itupun hanya untuk formalitas bahwa aku menganggap mereka teman yang sangat dekat.

Ini bukan salah mereka. Tolong catat ini! Tak ada satupun dari ribuan temanku yang salah. Aku yang salah. Aku bahkan kesal pada diriku sendiri. “Kenapa pelit sekali beri kepercayaan?”

Izinkan aku beri sedikit rasa maklum pada diriku sendiri. Setelah banyak waktu kuhabiskan untuk mengutuk diri. Tentang mengapa diri ini begitu rumit dipahami bahkan oleh diri sendiri, tentang mengapa banyak dari tindakanku yang dipandang aneh orang banyak, tentang diri yang amat sulit berceritera lewat lisan guna menjadi pengemban amanah hati dan fikiran.

Izinkan aku beri sedikit rasa maklum pada diriku sendiri. Oh, biarlah diri ini begini, setiap orang punya ciri khas bukan? Hal- hal buruk tentang pengkhianatan orang- orang yang terlanjur ku beri kepercayaan, tentang aku yang tak didengar dengan baik padahal sudah banyak energi yang habis untuk mengoceh, tentang mereka yang dengan dingin berkata, “maaf kawan, aku tak merasa diperdengarkan apa- apa. Jangan salahkan aku jika kau rasa sendirian. Kau hanya berlebihan. Biasa saja lah!”

Lalu sekarang, apa semua sepenuhnya salahku jika aku ingin meledak karena tanggung menyimpan segala rasa sendirian? Apa semua sepenuhnya salahku jika kemudian rasa percaya jadi begitu sulit untuk kuberikan?

***
Semua berawal dari akumulasi cobaan yang harus aku hadapi. Terserah kau mau bilang apa. Tapi ini cukup membuat otakku penuh. Belum juga kering luka sayatan dibadan, datanglah lagi luka baru yang amat menyakitkan. Aku ingin berbagi. Tapi tak tahu pada siapa. Aku ingin berbagi. Tapi tak tahu harus seperti apa caranya.

Sial! Mengapa pula yang terfikir olehku itu namamu. Aku hampir menganggap ini sebuah kesalahan yang aku lakukan bahkan dilangkah pertama yakni, terfikir. Baru diotak saja aku sudah merasa bersalah, bagaimanakah lagi jika aku merealisasikannya? Oh Tuhan, aku tahu Engkau Maha Baik. Sedikit berbagi pada seseorang kuharap bukanlah dosa.

Baik, aku urungkan saja. Aku bahkan tidak tahu harus memulainya dengan kata apa. Sapa dulu, tanyakan kabarnya, ah, sudahlah, ini saja hampir membuatku muak! Selesai sampai disini, rencanaku untuk berbagi, batal!

Tapi tunggu, aku bukan robot! Please, aku pun punya hati untuk merasa dan otak untuk berfikir. Aku hampir tak tahan lagi dengan semua beban yang kupendam hampir seumur hidupku. Ayah, bunda, teman- temanku, mereka semua tidak bersalah. Mereka hanya tak punya cukup waktu, dan kami tak pernah dapat titik temu. Oya, merekapun punya urusan hidup yang harus mereka jalani. Ini alasan yang cukup, bahwa mereka seyogyanya adalah orang- orang baik, yang tak ingin aku ganggu.


***
 Izinkan aku beri sedikit waktu pada diri untuk dipahami. Bahwa aku terlahir bukan sebagai seorang manusia super. Tolong garis bawahi ini! Aku hanya manusia biasa, yang sewaktu- waktu tak tahan menanggung segala hal yang telah terjadi sendiri. Aku sangat ingin berbagi. Sedikit dapat motivasi. Dan, dipandang dengan sudut prasangka yang baik tanpa caci maki.

 ***
Jangan tanyakan dulu mengapa kamu yang aku ajak berbagi! Aku sendiri pun tidak tahu. Bingung. Aneh juga rasanya. Mengingat kamu hanyalah seseorang yang aku kenal selewat saja.
Baik, aku hanya ingin merasa punya teman. Tolong jangan salah faham.
Hingga permulaan dari segalanya pun dimulai.

***
Kita tak berbincang cukup lama, tapi entah mengapa aku merasa mengenal kamu dengan baik. Semuanya mengalir begitu saja seolah kamu bukan orang asing. Kita baru bicara satu tema saja, itupun secara tak langsung. Tapi kaget, tawa, sedih dan kecewa bisa aku rasakan diwaktu yang hampir bersamaan. Kamu juga kah?

Semua mengalir begitu saja. Apa ini sebuah kesalahan?

***
 Aku sadar betul aku belumlah bisa dikatakan sebagai orang yang baik. Tapi aku hampir selalu merasa bersalah tiap kali pembicaraan kita berlanjut, pada tema- tema lain. Misalnya kabar, kegiatan atau sekedar perkembangan studi. Aku tahu Tuhan Maha Baik. Dia tahu maksudku lebih dari apapun dan siapapun.

Aku hanya ingin punya teman. Tolong jangan berfikir buruk tentangku.

***
Hingga pada suatu ketika muncul satu tanya yang membuat luka lamaku terasa perih kembali. Maaf, tapi jujur saja pertanyaannya membuat aku kesal. Kesal pada diri sendiri. Mengapa membiarkan lagi orang lain menyinggung hal yang sesungguhnya sangat ingin aku simpan rapat- rapat.

Tapi bukan salahnya. Wajar saja jika dia ingin tahu. Tapi masalahnya semua tak sesederhana ini. Jika aku jelaskan yang sebenarnya, maka itu akan mengundang sisi- sisi lain yang amat sangat privat. Jujur, aku masih takut kalau- kalau dia bukan orang yang tepat.

***
 Kamu nampak kecewa waktu kubilang aku tak mau membahasnya. Semuanya jadi terasa aneh. Aneh sekali. Kenapa jadi begini. Oh, hal yang kutakutkan nampak terjadi lagi. Aku berbagi, tapi tak sepenuh hati, hingga itu jadi sebuah makna tersirat yang menyakitkan. Kamu merasa tidak dipercaya.

Dengarkan ini baik- baik! Setelah ini aku berjanji akan membiarkanmu mengambil langkah dan pemikiran sendiri. Setelah ini aku berjanji tak akan hadir lagi jika itu kamu rasa mengganggu. Dengarkan ini baik- baik!

Aku tak ceritakan sepenuhnya, bukan berarti itu isyarat bahwa kamu tidak bisa dipercaya. Sama sekali tidak seperti itu! Aku hanya tidak tahu harus memulainya dari mana. Hanya itu!

Aku tahu kamu orang yang baik, dan bisa dipercaya.
Aku harap kita bisa berdamai dan berteman sekarang.
Memulai segalanya lagi dari garis awal yang menyenangkan.

Maaf mengganggu..

Rabu, 09 Oktober 2013

Berbanding Lurusnya Ilmu dengan Kebodohan



“Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.”
(Imam Asy-Syafi’i)

Saya selalu senang ketika guru mengaji saya menelpon. Malu juga sih, karena sebagai seorang murid sayalah yang seharusnya rajin- rajin menelpon beliau. Tapi itulah istimewanya beliau, baik sekali. Pada setiap pembicaraan di telepon, pasti selalu ada yang saya dapat. Karena beliau tak hanya sekedar menanyakan kabar, kegiatan terbaru, atau sekedar kesibukan sehari- hari tapi juga selalu memberikan nasehat dan pengetahuan- pengetahuan baru.

Beliau bernama Asep Rohmat. Dari sekian banyaknya guru saya, beliau adalah salah satu yang paling dekat baik dengan saya maupun dengan orang tua. Istimewa karena beliau sangat cerdas, bijaksana, pemaaf dan selalu positif thinking. Saya hampir tidak pernah merasa tak nyaman pada nasehatnya, tidak pula pernah merasa sakit hati saat beliau mengingatkan saya jika saya salah.

Hampir semua kegiatan saya beliau tahu, dan hampir semua hal- hal baru yang saya tahu saya konsultasikan pada beliau. Beliau selalu menasehati saya untuk belajar banyak hal dari banyak guru. Salah satunya adalah beliau “menitipkan” saya pada seorang guru khusus yang tahfidz untuk membimbing saya menghapal.

Sampai detik ini hapalan saya memang belum bagus, tapi saya bersyukur karena atas kehendak Allah saya mendapatkan banyak pelajaran dari orang-orang yang begitu saya syukuri keberadaannya. Dulu, saya pernah mengaji disebuah “lingkungan”, disana saya dikelompokkan dan dikhususkan belajar pada satu guru. Kami satu sama lain tidak boleh saling memberi tahu siapa guru mengaji, teman- teman kelompok atau pembicaraan didalam proses mengaji. Agaknya harus rahasia. Menurut saya itu juga baik. Namun seiring berjalannya waktu ternyata saya tidak cocok belajar dengan metode itu. But, keep respect buat mereka.

Nah, sekitar dua jam yang lalu guru saya menelpon. Saya aji mumpung dengan menanyakan banyak hal, hehe. Saya lupa memikirkan berapa banyak pulsa yang harus beliau habiskan. Salah satu yang saya ceritakan adalah kegiatan terbaru saya pada sebuah komunitas Underground. Saya bilang pada beliau bahwa akhir Oktober ini komunitas saya akan mengadakan konser bertajuk “Fight New World Order” dan pada kegiatan tersebut saya diamanahi sebagai MC.

Ternyata beliau sangat mengapresiasi, tidak lupa beliau memberikan nasehat dan penjelasan terkait “New World Order”. Namun, tidak hanya itu yang saya ceritakan, saya juga katakan pada beliau bahwa menjalani ranah ini ternyata banyak sekali yang memberikan kritik pedas, menentang bahkan menganggap saya “bermasalah”. Dari sekian banyak penentang kebanyakan diantaranya adalah teman- teman seangkatan yang begitu fanatis.

Beliau tertawa dan menyampaikan pada saya sebuah quote Imam Asy-Syafi’i, “Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.” Beliau mengisyaratkan bahwa seyogyanya semakin padi berisi semakin meruduk pula ia. Jika kita melakukan segalanya semata hanya karena Allah maka segala hambatan tidaklah jadi alasan untuk berhenti atau sakit hati.

Banyak yang menghina, mengkritik, mengatakan bahwa kita salah, sesat dan buruk namun tidak dengan cara yang baik. Banyak yang mengomentari apa yang kita lakukan dan karya yang kita hasilkan, merasa diri paling tahu padahal ilmu baru diambang pintu. Agaknya benar apa kata Imam Asy-Syafi’i, “Setiap bertambah ilmuku, maka semakin bertambah aku tahu akan kebodohanku.” Karena bumi ini begitu luas, dan ilmu pengetahuan pun tak terhingga luasnya. Sehingga bukan menjadi hak kita untuk sombong.

Terimakasih Ya Allah, orang- orang disekitarku yang Engkau kirimkan tidaklah semata- semata melainkan sebagai pelajaran untuk bekal hidup agar lebih baik, lebih dekat dan lebih yakin pada-Mu. Alhamdulillaah..


*the image taken from google

Senin, 16 September 2013

I Hope So





Banyak manusia yang mengalami kesulitan untuk menggapai apa yang menjadi harapan. Harapannya pun bermacam- macam bentuk. Ada yang berharap punya rumah, mobil, jabatan, kesuksesan bisnis, keberhasilan pendidikan, jodoh yang baik, kesehatan atau bahkan sesuap nasi. Dan apapun harapan itu, boleh jadi sangat murah dan mudah bagi kita tapi begitu mahal dan sulit bagi orang lain. Hal tersebut berlaku kebalikan.

Hampir semua orang yang saya temui memiliki sesuatu yang amat sangat mahal dimata saya, “Teman”. Kadang saya rindu masa kecil saya. Masa kecil yang tidak pernah saya fikir akan sangat berarti dan sangat saya rindukan saat ini. Tidak semua episodenya. Tapi saat- saat dimana saya merasa punya teman sangat saya harapkan bisa terulang.

Apa kabarnya ya teman- teman kecil saya? Teh Yeyen, Atep, Uji, Jepi, Bang Dika, Asep, Sandi. Sudah hampir 15 tahun, tapi saya masih ingat betul bagaimana saya dan teman- teman saya bermain, berbagi permen dan pergi sekolah bersama. Masih lekat pula dalam ingatan ketika saya dan teman saya bermusuhan pagi hari, dan kemudian berdamai disore harinya. Hmm, peaceful.

Andai saat itu saya sadar bahwa momen- momen tersebut akan sangat mahal saat ini, mungkin saya tidak akan melepaskannya. Tidak akan menyiakannya hanya karena pindah rumah, pindah sekolah atau pindah kota sehingga akhirnya kini saya tidak tahu teman- teman saya ada dimana dan dalam keadaan apa.

Teman- teman seperti mereka belum saya temukan lagi. Andai boleh berharap, saya ingin suatu hari dipertemukan kembali. Sehingga kesalahan yang pernah saya perbuat dapat saya perbaiki, dan kebahagiaan yang pernah terjadi bisa terulang lagi. Saya tidak peduli jika ini disebut “memungut”. Tapi semoga saya diberi kesadaran sedini mungkin. Sehingga kehilangan sesuatu yang berharga, tak akan lagi terulang. I hope so..


*The image taken from google