Selasa, 27 Desember 2011

Menanggalkan Cangkang



"Sepahit apapun, ia tetap pelangi.."

Ya Allah, baru tahu aku jika begini rasanya. Semua bercampur aduk. Beberapa waktu kebelakang ini pelangi memang penuh warna. Ada coklat, abu-abu, ada hitam. Ya, si hitam nampaknya sang dominasi. Computerized Axial Tomography memanggil-manggil, "Kapan kau akan datang, sebulan sudah kau ingkar!". Aku bingung, sejauh ini aku memang sengaja lari dan mencari-cari alasan untuk menjauhinya. Tapi entah alasan apa lagi yang bisa aku tamparkan pada wajahnya. Napas sudah pengap-pengap. Ya, aku butuh dia. Aku harus datang.

Sang waktu memang sedang begitu perhatian. Orang-orang bergantian datang untuk berceramah, sok tau! Satu per satu menghampiri, ku kira untuk mengatakan ini : "Kau harus kuat, sabar ya!" tapi ternyata bukan. Ah, sejak kecil juga tak ada yang berkata seperti itu. Mengapa sekarang mengharap?

Pekan ini memang penuh warna, terimakasih Allah. Pelangi ini nampaknya hanya miliku. Pelangi dengan kolaborasi coklat, abu-abu dan hitam sebagai penghiasnya. Orang lain mana punya? Pelangi mereka klasik, hanya bergumul dengan yang mereka sebut Me, Ji, Ku, Hi, Bi, Nu, U. Aku mulai belajar tuli sekarang. Mendengar perkataan mereka membuat hati utuhku yang tinggal sedikit terancam keselamatannya.

Perkataan yang baik, katanya sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Mereka bilang aku salah, bandel, gagal. Mereka bilang aku harus minta ampun pada-Mu. Ya Allah, aku tidak suka di ikut campuri. Kan Engkau lebih tahu, mereka memang serba ingin tahu tentang hubungan kita. Bak selebritis saja.

Duhai Allah, aku sudah kenyang dengan literasi-literasi itu. Percayalah, aku sudah sejak jauh-jauh hari tahu bahwa ini wajib. Demi-Mu, tak tak aku tinggalkan. Engkau memang Maha Tahu yang terbaik untukku. Maka jika Engkau memang menghendaki demikian. Bismillah, akan ku tinggalkan cangkang ini. Akan kuraih substansi di bumi lain.

Mulai sekarang, aku akan lebih mendengarkan-Mu dan mendengarkan malaikat-Mu. Malaikat yang di kakinya, ada syurga untukku. Malaikat yang murkanya membuat Kau pun murka. Duhai Allah, maaf atas keterlambatanku memahami semua ini. Bimbing hamba Ya-Rabb. Kuatkan hamba menghadapi manusia-manusia-Mu. Aamiin.


Addhoif
Vissiana Rizky Sutarmin

27 Desember 2011, 10.02

Minggu, 25 Desember 2011

Hantaman 80 km/jam




Tersesat, terjebak ruang introvert. Tak mampu bertutur, meski telah mencoba. Hanya berharap kelak Kau turunkan sosok pemaham dari langit. Kini, lebam-lebam ini kian menyakitkan. Bahkan urat-urat yang salah ini membuatku tak mampu menyuapkan makanan kemulutku sendiri. Hantaman 80 km/jam. Ini sudah yang ke-sembilan kalinya. Tapi, aku masih menunggu. Kapan Kau merindukanku?

Terkadang, aku merasa tak tahan ingin pulang. Meski hal tersebut masih ketimpangan. Sahabatku bilang, kita tidak boleh meminta mati. Tapi guruku bilang, kita harus merindukan mati. Berbeda dari itu semua, teman ku bilang dia teringat mobil ambulance dan keranda mayat ketika melihat wajahku. Jujur sekali dia. Entahlah, ini rindu yang tak tahu diri. Sholeh tidak, bekal tak cukup, amal masih buruk. Apa yang hendak dibanggakan?

Tapi tetap. Harapanku tetap. Tetap pada kerinduan awal, segera pulang. Tak mau aku habiskan masa tuaku disini.

Ya Allah, kukira hantaman 80km/ jam kemarin sore akan membawaku pulang. Tapi ternyata tidak. Aku tahu Kau menyayangiku. Kau beri aku kesempatan (lagi) untuk menyiapkan bekal terbaik sebelum saatnya tiba. Terimakasih dan segeralah duhai Allah..



Al-Faqir IlaLlah
Vissiana Rizky Sutarmin

25 Desember 2011 14.09

Rabu, 30 November 2011

Generasi Muda, Jangan Latah!




Bila kita mau sedikit saja menyisihkan waktu kita untuk merenung, tentu akan ada rasa keprihatinan yang mendalam atas apa yang terjadi pada generasi muda di negeri ini. Betapa tidak, hasil riset dari penelitian yang dilakukan oleh KOMNAS Perlindungan Anak(2007) maupun BKKBN (2010) menyebutkan bahwa lebih dari 50% remaja perempuan telah kehilangan keperawanannya serta mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Parahnya, sebagian dari mereka mengalami kasus hamil diluar nikah yang sudah barang tentu “melahirkan” persoalan lain yakni maraknya praktik aborsi illegal.
Pun pada kasus narkoba. Barang haram ini tercatat telah dikonsumsi oleh sekitar 19% dari jumlah keseluruhan remaja di Indonesia. Itu berarti sekitar 14 ribu remaja telah terindikasi sebagai pengguna narkoba baik itu jenis ganja, ekstasi, amphetamine ataupun lem.
Tentu hasil riset tersebut bukanlah suatu pertanda bahwa bangsa ini kelak akan menjadi bangsa yang besar, tapi justru sebaliknya. Ini merupakan indikasi bahwa cepat atau lambat, bangsa ini akan menemui ajalnya. Terkecuali jika kebobrokan ini dienyahkan sebelum meradang tak tersembuhkan.
Salah Memahami Kata “Gaul”
Berbicara soal degradasi moral khususnya pada generasi muda di Indonesia , membuat kita perlu merenung lebih dalam guna mencari tahu apakah sebetulnya yang menyebabkan kondisi generasi muda kini menjadi begitu memprihatinkan?
Tak bisa dipungkiri, factor penyebab akan menjadi sangat mungkin berbeda-beda bergantung pada siapa individunya. Namun, ada satu hal yang nampaknya telah meradang hampir pada semua generasi muda yakni kesalahan dalam memahami kata “gaul”.
Kata “gaul” tentu bukalah barang baru terlebih di dunianya kaum muda. Bila kita perhatikan, generasi muda kini lebih memandang bahwa seseorang itu gaul manakala memiliki pengetahuan luas soal fashion dan model pakaian terkini, up date soal film-film terbaru, album para penyanyi atau grup band teranyar. Bahkan banyak diantara mereka yang begitu fasih mengetahui bagaimana lifestyle para selebritis idolanya.
Selintas tidak ada yang salah dengan aktivitas mencari tahu perkembangan music, film, mode maupun trend hidup masa kini oleh para remaja. Namun hal tersebut bisa menjadi cikal bakal pemicu rusaknya moral manakala kaum mudanya mulai latah untuk mengikuti gaya hidup tersebut. Padahal gaya hidup tersebut telah membawa ide permisivisme (serba boleh) serta hedonisme (pemujaan terhadap kenikmatan yang bersifat materi dan jasadi belaka) yang sudah pasti merupakan pertanda buruk eksistensi bangsa dan agama.
Bukan hanya itu, racun permisivisme dan hedonisme juga akan membuat kaum muda mengalami penurunan intelektual, penurunan produktivitas untuk berkarya hingga penurunan kepedulian pada sekitarnya.
Inilah embrio dari hancurnya generasi muda. Berawal dari salahnya kaum muda menilai istilah “gaul”. Sehingga, baik disadari maupun tidak mereka sedikit demi sedikit terperosok pada jurang permisivisme dan hedonisme. Hingga pada akhirnya kasus- kasus yang melanda generasi muda tidak jauh dari narkoba, kriminalitas, seks bebas, minuman keras dan masih banyak lagi kasus lainnya. Bila sudah begini, siapakah kemudian yang harus bertanggung jawab? Tidak perlu menuduh siapapun, karna keputusan untuk merubah diri kearah yang lebih baik ada ditangan pemuda itu sendiri, tentunya ditambah dukungan dari keluarga, lingkungan, tokoh agama, guru maupun pemerintah.
Agar Tidak Latah Kemudian
Ada salah satu nasehat Imam Syafi’I yang patut kita renungkan. Beliau mengatakan bahwa pemuda yang diakui eksistensinya dalam kehidupan hanyalah pemuda yang memiliki dua hal, yakni ilmu dan iman. Bila kedua hal tersebut tidak ada dalam diri seorang pemuda, maka kehadirannya di muka bumi ini tidak akan punya arti.
Diakui maupun tidak, lemahnya iman pada generasi pemuda telah membuat mereka menjadi tidak selektif dalam menerima hal-hal baru dari luar dan cenderung menjadi latah dalam menjalani kehidupan. Padahal hal-hal baru yang datang dari luar (red: barat)bila kita tidak cerdas menyaringnya justru malah akan membawa kita kepada isme-isme yang menyesatkan. Sehingga, alangkah bijaknya manakala langkah awal perubahan dimulai dengan mengokohkan iman serta mengokohkan aspek penunjang lainnya seperti keilmuan, jaringan, amal, ekonomi dll.
Janganlah takut dikatakan norak bila kita punya semangat untuk selalu meningkatkan keimanan dan ilmu pengetahuan kita, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum yang bermanfaat. Adalah hal yang luar biasa manakala generasi muda Indonesia memiliki keimanan yang kokoh, semangat tinggi untuk terus belajar dan memperluas wawasan serta punya kepedulian pada sesama. Itu baru gaul!
Ayo Bergerak, Tuntaskan Perubahan!
“Pohon pisang tidak akan berbuah sebelum bertunas”
Bila kita perhatikan, tidak ada pohon pisang yang berbuah sebelum bertunas (generasi penerus). Pohon pisang lebih mendahulukan menyiapkan generasi penerusnya sebelum berbuah. Jika pohon pisang berbuah, sudah pasti akan ditebang karna tidak akan berbuah lagi. Sungguh tidak terbayangkan bagaimana jadinya populasi pohon pisang jika sebelum bertunas pohon pisang sudah harus ditebang.
Ada hikmah yang bisa kita ambil dari quote diatas, yakni mengenai urgensi generasi muda sebagai penerus dalam memperjuangkan bangsa ini lebih baik kedepannya. Tentu, menjadi generasi muda tidaklah mudah, banyak cabaran yang terkadang memupuskan asa kita untuk melakukan perbaikan. Namun, sejenak tengoklah raksasa dalam diri kita. Kita sebetulnya kuat, penuh potensi dan punya semangat tinggi. Bangunkanlah raksasa itu!
Generasi muda Indonesia bukanlah generasi yang lemah. Ayo bangkitkan semangat, jangan henti belajar dan menebar kebaikan di tanah kita tercinta ini. Masing-masing dari kita mampu ikut andil dalam perubahan. Lakukanlah yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih baik. Bangkitkan semangat, kuatkan langkah dan rebutlah setiap peluang. Generasi muda Indonesia, bisa!


Vissiana Rizky Sutarmin
Renungan menuju 1 Desember 2011 (Hari AIDS)
Rumah, 30 November 2011

Guru, Ajariku Kepakkan Sayap




Teringat kisah bangkitnya bangsa Jepang menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan. Siapa sangka, dahulu bangsa Jepang pernah sangat hancur diluluhlantahkan bom atom sehingga rakyatnya banyak yang binasa dan kalaupun hidup, mereka hidup dalam kecacatan. Saat kondisi Jepang hancur lebur, bukan berapa banyak korban wafat yang ditanya Kaisar Hirohito, bukan pula berapa kerugian yang diderita tapi berapa guru yang tersisa. Ya, guru lah yang menjadi acuan utama, karna masih adanya guru maka harapan kebangkitan Jepang masih terbuka lebar.
Guru yang tersisa saat itu, dipompa semangatnya guna mendidik generasi penerus dengan pendidikan kejujuran, keuletan, semangat dan nasionalisme. Kita bisa lihat hasilnya, kini Jepang menjadi bangsa yang besar, cerdas dan karya-karya anak bangsanya pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Disinilah letak betapa posisi guru begitu penting. Sungguh tak dapat dibayangkan jika saat itu guru tidak mendidik generasi muda dengan baik, mungkin kondisi Jepang kini tidak akan jauh beda dengan saat masa kelamnya dahulu.
Pun yang terjadi di Indonesia. Jika kita mau berkaca sebentar saja pada cermin sejarah, sungguh peran guru begitu merasuk sampai relung-relung kebangkitan bangsa ini. Mereka berjuang, mendidik generasi muda dengan menanamkan kesadaran akan harga diri dan bangsa serta menanamkan semangat nasionalisme guna menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik.
Ibarat pohon pisang yang tak berbuah sebelum bertunas, maka guru pun mengerahkan segala potensi dan semangat berkorbannya untuk menyiapkan tunas terbaik yang akan meneruskan perjuangan membawa bangsa ini pada podium jawara. Itulah embrional dari kebangkitan bangsa ini lepas dari belenggu kelam penjajahan.
Guru, dengan segala kelebihan dan semangat berkorbannya kadang terlupakan dalam benak kita. Padahal kita bisa melakukan banyak hal adalah karna pondasi kuat yang guru-guru kita bangun untuk kita, yakni membaca dan menulis.
Guru itu Kaya
Siapa yang lebih kaya dibandingkan guru? Rasanya tak ada, meski mereka bukan kaya dengan harta atau materi tapi lebih dari itu, mereka kaya dengan ilmu dan kebaikan dalam mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Begitu banyak keutamaan yang dimiliki oleh seorang guru, pertama mereka berilmu dan mengamalkan ilmunya pada murid serta masyarakat dan karna itulah pahala yang mereka dapat berkepanjangan dan tidak akan terputus.
“Siapa yang mengajak kejalan mengerjakan sesuatu amal yang baik,  adalah baginya pahala sebanyak pahala orang-orang yang menurutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala itu dari pahala-pahala mereka; dan (sebaliknya) sesiapa yang mengajak kejalan mengerjakan sesuatu amal yang menyesatkan, adalah ia menanggung dosa sebanyak dosa orang-orang yang menurutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun dosa itu dan dosa-dosa mereka.” (Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
Kedua, guru akan selalu mendapat doa kebaikan atas jasanya mengamalkan ilmu. Betapa setiap kata yang keluar dari lisannya mengajarkan setiap muridnya pada kebenaran, akan berbuah doa yang tiada henti bagi kebaikkannya.
“Sesungguhnya Allah, malaikat dan ahli (penduduk) langit dan bumi; hinggakan semut di dalam lubang dan juga ikan paus (meliputi seluruh haiwan di darat dan di laut) mendoakan kebaikan ke atas orang yang mengajarkan perkara yang baik kepada manusia.” (HR Tirmidzi)
Hargai Gurumu!                                      
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang guru selain melihat muridnya menuntut ilmu dengan baik darinya dan mengamalkan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak mengharapkan pujian, sanjungan, hadiah ataupun penghargaan. Melihat muridnya tumbuh menjadi manusia bergunapun telah cukup membayar segala peluh dan lelahnya.
Mulai sekarang, hargailah gurumu! Karna merekalah kita bisa membaca dan menulis sebagai modal awal menapaki jalan berikutnya. Berterimakasihlah atas dedikasi tulus yang guru kita berikan. Taatilah mereka selama apa yang mereka ajarkan adalah kebaikan, ikuti arahan dan bimbingannya karna mereka pasti akan memberikan yang terbaik bagi kita. Dan, doakanlah semoga akan selalu ada kebaikan bagi guru-guru yang tak lelah mengajarkan kita segala hal tentang hidup, kebenaran, perjuangan, semangat dan kesadaran akan harga diri bangsa.
Semoga, diusianya yang menginjak 66 tahun sama seperti usia bangsa ini, guru dapat lebih professional dan berkarakter serta dapat menularkan karekter kebaikannya kepada murid-muridnya. Berkaca dari mirisnya kondisi bangsa kini yang krisis akan kejujuran dan kepedulian. Semoga dapat menjadi suntikan semangat bagi guru untuk terus berjuang menanamkan nilai kejujuran dan kepedulian pada generasi muda Indonesia dan memperbaiki segala bentuk keruntuhan moral yang tengah meradang bangsa ini. Sehingga dimasa depan, bangsa Indonesia dapat kembali pada kejayaan. Teruslah bergerak menuntaskan perubahan pada bangsa ini! Terimakasih guruku.
Guruku tersayang
Guruku tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku, terimakasihku

Selamat Hari Guru yang ke-66, 25 November 2011.
http://kampus.okezone.com/read/2011/11/23/367/533181/guru-ajariku-kepakkan-sayap


Vissiana Rizky Sutarmin
Rumah, 23 November 2011

Sabtu, 12 November 2011

Merindukan Kematian




Bunda, Malaikat Izroil telah memberitahuku
Dengan kabar kematian seorang tetangga tadi pagi
Bunda, Malaikat Izroil telah memberitahuku
Dengan kabar wafatnya seorang sahabat
Bunda, Malaikat Izroil telah memberitahuku
Dengan onggokan tubuh yang tengah sakaratul maut tanpa daya

Ya bunda, Malaikat Izroil telah memberitahuku
Bahwa hidup ini tak kan selamanya
Bahwa setiap insan akan berpulang
Bahwa begitu banyak manusia terlena, padahal bayang-bayang kematian selalu menggelayuti ubun-ubunnya

Bunda, Malaikat Izroil telah memberitahuku
Bahwa kematian akan menghampiriku, selanjutnya..
Entah nanti, entah segera..

Bunda, aku dan Malaikat Izroil..
Begitu dekat..


Rumah kita, 12 November 2011 : 05.36

Vissiana Rizky Sutarmin

Minggu, 06 November 2011

Syahdunya Idul Adha Tahun Lalu, Tahun Ini??


Jika dipikir-pikir lebih dalam, waktu memang tidak terasa berlalu begitu cepat. Rasanya, baru saja kemarin saya merasakan suasana Idul Adha di tanah Sleman, Jogjakarta, tepatnya di Youth Center. Masih lekat dalam benak saya wajah-wajah ceria sang bocah merapi, yang masih bisa berlarian riang ditengah ancaman gempa dan hujan debu vulkanik yang membahayakan saluran pernafasan.

Kenangan itu benar-benar membuat saya sangat sedih. Sungguh, saya merindukan saudara-saudara saya di sana. Tapi, entah kapan saya kembali kesana mengingat kesempatan yang kian menyempit. Jadi teringat ketika beberapa hari sebelum hari idul Adha tiba, panitia memberi pengumuman bahwa di hari H idul Adha setelah shalat Id akan diadakan makan bersama alias presmanan massal. Semua yang mendengar girang bukan kepalang, begitupun saya dan teman-teman KAMMI UIN Bandung lainnya yang saat itu diamanahkan menjadi relawan.

Asli seruuu.. dan tak akan terlupakan hiruk pikuknya melayani makan dan minum untuk sekitar 1000 orang lebih. Makan kali ini begitu special. Bukan soal sate kambing, sop daging sapi atau es campurnya yang segar. Tapi ini soal “kebersamaaaaannn”.

Saat-saat itu sangat sulit saya lupakan, terlebih di hari ini, Idul Adha 1432 H, mengingatkan saya pada elegi tak tertahan menyadari bahwa mereka kini telah jauh dan entah berada di daerah mana. Saya dibandung, mereka di Jogja, itu pun sudah menyebar ke berbagai daerah. Namun, tak kan ada yang bisa menghalangi ikatan tali Allah, pun dengan seisi dunia, ikatan hati tidak akan pernah dapat dibeli. Semoga saudaraku, dimanapun kalian berada, Allah senantiasa mengikat hati-hati kita. Semoga kelak, kita dipertemukan kembali..

Salam untuk anak-anak merapi mengispirasi, Salsa, Ridwan, Nanda, Isti, Fandy, Heriawan, Imam, Paijo, dan semuanya ^_^
Sampai bertemu lagi..






Rumah, 06 November 2011 05:39

Sabtu, 05 November 2011

Mereka Bilang, Saya Autis.. (Edisiceloteh)

Kata “autis” rasanya tidak asing lagi ditelinga saya. Ya, saya sering mendengar kata itu sejak saya kecil, sejak saya mulai bisa mengingat segala sesuatu. Saat itu kata “autis” banyak dilayangkan oleh orang-orang kepada saya. Saya saat itu tidak mengerti mengapa orang-orang berpendapat seperti itu (sampai sekarangpun belum mengerti). Saya sendiri tidak tahu apa itu “autis”? jika dia makhluk, makhluk seperti apa? Jika dia benda, bentuknya seperti apa? Atau jika dia makanan, makanan sejenis apa?

Awalnya saya tidak pernah hiraukan apa kata orang-orang disekitar saya. Terutama kata “autis”. Tidak saya hiraukan karna saya tidak mengerti. Tapi kok mengapa ya, kata itu lengket banget. Tidak juga mau hilang dari kehidupan, hhe. Hingga suatu hari ada seseorang (kesekianratus kalinya) menyebutkan “kamu autis yah..”. Saya tidak tanggapi pernyataan itu (seperti biasa). Tapi sesampainya dirumah, pernyataan seseorang tersebut membuat saya termenung (padahal biasanya saya anggap angin lalu). Dalam hati saya bergumam, “APA ITU AUTIS? Apa betul saya autis? Siapa yang menciptakan kata autis?”. Lebih dalam lagi hingga pertanyaan tak terhitung meloncat satu persatu seperti kumpulan katak yang dilepaskan dari jebakan. “Mengapa ada orang autis? Apa sebab seseorang dikatakan autis? Siapa yang membuat kriteria seseorang dikatakan autis? Kapan pertama kali ada seseorang yang disebut autis? Dimana, apa, bagaimana, mengapa begitu?” dan banyak lagi pertanyaan tak terbendung.

Rasa tak percaya, untuk pertama kalinya saya gerakkan jari saya pada keyboard. “APA ITU AUTIS??”, saya tulis di kolom “mbah” google. Dan dalam waktu 0, 16 detik serangkaian datapun muncul. Banyak sekali sampai saya bingung harus memilih yang mana. Akhirnya saya pilih dua sumber yang rencananya akan saya baca dan pahami, http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme dan http://puterakembara.org/ciri.shtml. Memang baru kali ini, 23 September 2011 pukul 01.06 dini hari saya “niat” banget cari-cari data perihal autis, setelah lebih dari 15 tahun kata itu (red: autis) akrab ditelingan saya.

Kata yang akrab ditelinga ini memang terkadang membawa segelintingan informasi. Baik itu sengaja dijelaskan sang hakim yang menyebut saya “autis”, atau secara tidak sengaja saat nguping diskusinya anak-anak jurusan psikologi. Namun tidak pernah banyak yang dapat saya ketahui. Mereka hanya berkata, “AUTIS itu kondisi dimana seseorang sibuk dengan dunianya sendiri.”, “AUTIS itu kondisi dimana seseorang kesulitan berinteraksi dengan lingkungan/masyarakat.”, “AUTIS itu BLA..BLA..BLA..”.

Ah, berkutat dengan kata autis membuat saya penasaran dengan novel yang kalau nggak salah judulnya “Aku Memilih untuk Mati.” Menurut teman yang sudah baca, novel itu juga berisi pertanyaan- pertanyaan besar dalam hidup si tokoh utamanya. Ya beda dikit lah sama apa yang saya tanyakan di atas. Bedanya si tokoh dalam novel ini bertanya-tanya mengenai konsep kebenaran, sedangkan saya bertanya-tanya perihal ke-autis-an.




#edisi tulisan tanpa titik temu
Rumah,  05 November 2011 23.09

Rabu, 12 Oktober 2011

Dalam Diam


Dalam diamnya, ada kebijaksanaan..
Dalam diamnya, ada kejeniusan..
Dalam diamnya, ada sebuah misteri..
Dalam diamnya, ada jawaban..
Dalam diamnya, ada beribu pertanyaan..

Dalam diamnya, ada strategi..
Dalam diamnya, ada introspeksi..
Dalam diamnya, ada teka-teki..
Dalam diamnya, ada ketajaman hati..
Dalam diamnya, …..

Aku ingin dalam diamku, sepertimu..

Ada berbagai warna dan rasa..
Ada jalanan tak bertepi..
Ada langit yang tinggi..
Ada samudra yang luas..
Ada laut yang dalam..

Aku ingin dalam diamku, sepertimu..

Ada sejuknya embun..
Ada syahdunya gerimis..
Ada damainya alam..
Ada manisnya madu..
Ada..

Ya, aku ingin diamku, sepertimu..



Rancamanyar, 12 Oktober'11 22:56
 
 Vissiana Rizky Sutarmin

Senin, 03 Oktober 2011

Ini Wasiat, Adikku Sayang..

Adikku sayang, kau tahu? Ini bukan soal kematian. Bukan itu.

Ini juga bukan seperti apa yang sering kau ungkapkan. Atau apa yang sering kau tanyakan.
Ini soal masa depanmu. Tahukah kau adikku sayang, ingin sekali aku katakan bahwa dunia ini buruk. Segala tentangnya kadang menipu. Segala tentangnya membuatku sangat khawatir. Sangat khawatir, terutama engkau. Persoalannya adalah bagaimana kalau-kalau kita tidak sadar sedang ditipu dan malah asik menikmati tipuan itu. 

Tapi walau bagaimanapun dunia ini merupakan pelantara kita untuk bertemu Allah. Sabarlah. Semoga petunjuk Allah senantiasa menyertai kita.

Adikku sayang, sering kau bertanya “teh, mengapa teteh tidak mau panjang umur? Padahal semua orang sangat menginginkan itu.”

Sungguh teteh bingung, jauh dari pada itu teteh pun heran mengapa pertanyaan itu bisa ada dibenakmu. Benak seorang anak laki-laki 9 tahun yang begitu polos dan menikmati dunia. Kau bahkan jarang menangis kecuali jatuh dari sepeda atau di marahi oleh ibu.

Adikku sayang, tolong jangan tanyakan lagi pada teteh soal itu. Itu hanya akan membuat teteh merasa bersalah. Bersalah karna telah berlaku begitu pesimis akan hidup. Padahal hidup adalah kehendak Allah. Semoga Allah memaafkan bodohku.

Saat ini aku hanya ingin memikirkan soal masa depanmu.

Adikku sayang, tengatkan pesan ini baik-baik. Laksanakanlah! Karna aku tidak mungkin menunjukanmu pada hal yang buruk. Sungguh, aku sangat ingin kau lebih baik dari aku. Karna aku menyayangimu.

Pertama, jangan tinggalkan shalat. Laksanakanlah dengan ikhlas meskipun kau sedang dalam keadaan sempit. Kedua, jangan sekali-kali kau kejar dunia, karna dunia hanya akan menghinakanmu dan menjauhkanmu dari Allah. Tapi kejarlah akhirat, prioritaskan kehidupan akhirat maka dunia kelak akan ada di genggamannu. Jangan letakkan dunia dihatimu!!

Ketiga, jangan pernah berhenti belajar, jangan pernah berhenti menebar kebaikan, jangan pernah berhenti melakukan perubahan, jangan pernah berhenti mengingatkan pada kebaikan dan menghilangkan kemungkaran dari muka bumi ini. Dan JANGAN pernah sekali-kali kau menyakiti hati ibu dan ayah. Bahagiakanlah mereka, kalau-kalau aku tak sempat membahagiakan mereka.

Duhai adikku sayang. Besar harapanku, engkau akan menjadi cahaya di keluarga ini. Menjadi penerang dan menjadi syariat atas hidayah Allah untuk keluarga kita. Kalau-kalau aku tak ada umur untuk menjalankan itu, maka aku mohon dengan sangat adikku sayang, laksanakanlah!! Tolong kabulkan harapanku.

Ku doakan selalu. Semoga Allah memberi keberkahan pada usiamu. Memberi kekuatan padamu dalam menopang segala ujian dan cabaran. Menberkahi ilmumu. Menyayangimu. Menjagamu dari hal-hal yang buruk yang dapat menyesatkanmu. Mempertemukanmu, aku dan keluarga kita di syurga kelak.

Ingat adikku, Allah begitu baik. Allah Maha Tahu yang terbaik bagi kita. Apapun scenario Allah, itu semata-mata adalah karna Allah sayang kita.

Maafkanlah kakakmu ini. Kakak yang belum seutuhnya menjadi kakak. Kakak yang belum bisa menjadi tauladan bagimu. Maafkanlah kakak.

Adikku sayang, kaulah harapanku..
Bawalah keluarga kita pada cahaya kebenaran..
Akan aku tunggu..
Untuk berkumpul kembali..

Rumah kita, 03 September 2011 22:58
Kakakmu
Vissiana Rizky Sutarmin