Jumat, 06 Januari 2012

Jelaga Tiga Sangkakala..



Jelaga tiga sangkakala, membuatku tahu rasa manis dari cinta Tuhanku

Ini kisah tentang seonggok insan yang memulai karir pendidikan ala Indonesia-nya sejak usia 4 tahun. Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, terus sampai kini menghuni sasana Perguruan Tinggi. Bila dihitung-hitung usianya kini sembilan belas tahun jalan. Tak ada yang istimewa dari manusia yang satu ini. Satu-satunya kelebihan manusia ini hanyalah "kekurangannya" yang berlebih. "Kekurangan" versi batangan-batangan insan di seantero dunianya. Mereka berbisik, berkata, membentak sampai berteriak "Kamu AUTIS!, Kamu ANEH!, Kamu SULIT DITEBAK!, Kamu CEROBOH saat berkendara! Kamu BERBEDA!, Kamu BERKEBUTUHAN KHUSUS!, Kamu "SAKIT", Kamu jarang bicara! Senang DIAM! Marah DIAM! Kesal DIAM! Bahagia DIAM! Sakitpun DIAM!"

Entahlah, Sang Introvert telah menjadi sahabat manusia yang satu ini sejak kecil. Entah secara nominal itu di idap sejak umur berapa banyak. Tapi "Sang" yang satu ini telah menjadi sahabatnya hingga kini. Biarlah, sebagai apologi sikap DIAM sesuai dengan ajaran yang dimaktub hadits. Meski akan banyak yang protes dan mulai berceramah saling sebrang tafsir.

Ngomong-ngomong kita sebut saja manusia yang satu ini dengan panggilan Kay. Ini kisah tentang Kay, yang coba diberi judul "Jelaga Tiga Sangkakala". Meski rasanya isi kisah akan punya hubungan kurang baik dengan judul. Tapi biarlah, kita lanjutkan. Toh kisah ini tidak akan berlama-lama. Singkat saja.

Sejauh pengamatanku soal Kay, dia memang begitu. Pertama kali bertemu, banyak rasa campur aduk. Mulai dari heran, aneh, unik dll. Aku mulai berfikir bahwa sosok yang satu ini begitu berbeda. Cocok untuk jadi kelinci percobaan, hmm maksudku objek pengamatan. Tapi semakin aku coba mendekat, aku semakin sulit mengenalnya. Kay justru menjelma menjadi orang asing. Dia tersesat, dia mengubur gunung berapi dalam jiwanya. Oh Tuhan, bagaimana jika gunung itu meletus saat aku mulai menjarah dunianya. Setidaknya itu yang aku baca dibuku,  cepat atau lambat gunung tersebut akan meletus. Kalaupun tidak, maka pengubur gunung merapi tersebut yang akan mati!

Jelaga tiga sangkakala. Semua kata mengalir begitu saja, semua hanya praduga. Tak pernah keluar dari mulutnya. Kesal aku! Kenapa dia selalu memendam? Mau sampai kapan? Kay, sampai kapan kau tak mempercayai manusia? Ini semua pasti karena penghianatan, penderitaan, kesendirian. Ya, ini pasti karena itu semua. Kurang ajar mereka semua. Ini sungguh sadis. Pembunuhan karakter! List orang-orang tak bertanggung jawab itu sudah ada di tanganku Kay. Akan aku balas, meski aku tak tahu harus dengan cara apa.

Tubuhku jadi beku, saat kau tunjukan isyarat bahwa kau sudah melupakan semua, kau memaafkan mereka dan memutuskan untuk pergi perlahan. Kau tak pernah bicara Kay! Kau biarkan aku terseok-seok menerjemahkan sorot matamu yang penuh binar. Sejauh ku tahu, kau lebih sering berbohong ketimbang jujur. Kau berbohong bahkan pada dirimu sendiri. Tapi kau tak bisa membohongiku Kay, kau tak bisa membohongi orang yang sudah khatam buku-buku psikologi sepertiku.

Jelaga tiga sangkakala. Aku tahu, kau mulai tak suka dunia ini. Sakitmu mulai kumat ketika kau sadar telah tertipu dunia. Ah, dalamnya pikiranmu. "Ini 2012 Kay bukan zaman nabi! Tapi kau malah menatapku tajam. " Istirahatkan otakmu!" Kau berfikir keras sejak kau kecil, kini kau rapuh.

Aku mulai merenungkan obrolan kita tadi siang. Kita berbincang soal dunia. Kau ada benarnya, dunia ini panas Kay. Bagaikan berada diruang bertembok duri. Maju, mundur, kekiri ataupun kekanan, kita tetap akan berdarah. Aku ingat, kau bilang begini "Kawan, ku pikir orang yang memaknai hakikat dunia lebih dalam, tak akan punya keinginan hidup lebih lama. Kau tahu, tembok itu berduri dan aku lebih memilih naik keatas."

"Maksudmu?" Aku heran dan butuh penjelasan, sekarang!

Kay, alih-alih kau bertanggung jawab atas perkataanmu, kau malah pergi dengan alasan kau sedang sangat ingin coklat saat ini. Tapi ya sudah, kau tak pernah banyak bicara. Aku sudah terbiasa bekerja lembur untuk memecahkan teka-teki buatanmu ini. Meski kesimpulanku mungkin tak seperti isi hatimu.

Menarik Kay, ingin aku akhiri susun kata ini dengan mengenang diskusi kita akhir tahun lalu. Kita berbincang tentang harapan. Aku ingin sekali tahun 2012 ini bisa lebih baik, aku juga ingin bisa lulus tahun ini dan menjadi wartawan. "Bagaimana dengan kau Kay?" Aku tak sabar ingin dengar celotehannya, meski sedikit.

"Menapak rumusan massa baru, aku harap semoga tak lagi ada sangkakala berjelaga pada gugusan mangsa dua kosong satu dua. Berlindung pada Allah dari su'ul khotimah." ujar Kay. Hanya itu.

Baiklah Kay, aku siap bergadang lagi malam ini. Tak mungkin aku bisa tidur. Ah, jelaga tiga sangkakala. Membuatku tahu rasa manis dari cinta Tuhanku.

(Fiksi) Teka-teki korelasi
Jum'at, 6 Januari 2012, 23:20

Vissiana Rizky Sutarmin

Kamis, 05 Januari 2012

Menyoal Penegakkan Hukum di Indonesia




Gerah juga mengikuti kabar-kabar yang merebak akhir-akhir ini. Namun, suka tidak suka informasi terkini haruslah senantiasa diperbaharui. Meski sudah "jembar" mengingat apa yang di publish media hanya berkutat pada kisah-kisah buruk nan tragis yang menyisakan oleh-oleh sesak, kesal dan marah yang tak dapat disalurkan.

Coba perhatikan konten media akhir-akhir ini. Kasus Freeport, kasus Mesuji, kasus Bima, kasus pencurian sandal jepit milik anggota polisi oleh Aal bocah 15 tahun, dll. Ah, jika saja saya seorang polisi, saya bingung harus harus melakukan apa untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang perlahan memudar. 

Terlalu dini rasanya saya menyoal penegakkan hukum di Indonesia mengingat ada yang jauh lebih kompeten dibanding saya, seperti bapak dan ibu pengacara, aktivis HAM, mahasiswa hukum atau para penegak hukum itu sendiri. Namun, semoga dengan menulis saya bisa sedikit menumpahkan unek-unek saya yang kian mengendap akibat mengkonsumsi berita-berita ala media di Indonesia.

Saat ini semua mata rasanya tertuju pada penegak hukum kebanggaan kita. Ya, polisi. Banyak yang marah, kecewa, mengecam, bahkan sampai menghujat polisi karna kinerjanya kini kian tak sejalan dengan slogan-nya,  "Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat". Kasus-kasus diatas adalah contoh kecil dari betapa lucunya penegakaan hukum di Indonesia.

Saya sebagai manusia yang "gagap" dan "bodoh" hukum sungguh sangat kecewa. Hukum makin tebang pilih dan pastinya dapat dibeli dengan mudah oleh uang. Aal, bocah 15 tahun yang mencuri sandal jepit saja harus mengalami tekanan psikis yang amat luar biasa karna harus menjalani persidangan hingga kini. Belum lagi sebelumnya ia mendapat penyiksaan secara fisik karna dipaksa mengaku. Pula kasus penyuapan polisi oleh perusahaan-perusahaan atau orang-orang besar untuk kemudian menindas orang-orang kecil yang terpinggirkan. Sungguh ironi mengingat begitu banyak nyawa-nyawa melayang demi membela sesuatu yang menjadi haknya, seperti pada kasus Mesuji, Bima dan Freeport.

Efek sampingnya ternyata tidak berhenti sampai disitu. Mau tidak mau noktah yang mencoreng penegakkan hukum di Indonesia kini merupakan embrional runtuhnya kestabilan dan kepercayaan hukum kelak. Coba bayangkan, jika sekarang saja banyak masyarakat yang tidak lagi mau menaruh rasa percaya pada hukum di Indonesia, apa jadinya negara ini beberapa tahun kedepan? kedamaian mungkin hanya akan menjadi kata kenangan yang diabadikan dalam kamus bahasa Indonesia. Naudzubillah.

Namun, hal tersebut tentu dapat dicegah. Kita sebagai masyarakat haruslah cerdas dalam mencerna berbagai berita yang ditayangkan media, dengan tidak mengeneralisasi hanya pada satu kasus saja. Kita pun hendaknya tidak lekas menjustifikasi sebelum mengkaji dan menganalisis lebih bijak. Saya yakin, dibelahan bumi Indonesia masih ada para penegak hukum yang jujur, adil dan amanah. Mereka senantiasa memperjuangkan hak masyarakat yang terdzolimi meski disisi lain harus juga berjuang mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Kitapun tentu harus mengapresiasi intikad mulia para penegak hukum termasuk kepolisian yang akan melakukan reformasi internal demi memperbaiki kualitas dan kinerja yang diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat. Semoga kedepan, hukum di Indonesia dapat berjalan ke arah yang lebih baik dan para penegaknya pun diberi kekuatan serta kesabaran memperbaiki semua cela. Namun bukan dengan mencari kambing hitam, melainkan dengan menunjukan prestasi dan membuktikan realisasi slogannya selama ini. Semoga kita pun sebagai masyarakat dapat bersikap kian bijak dalam menyikapi tekanan-tekanan turbulensi yang melanda negeri ini serta tidak mudah terprovokasi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. 

Tetap semangat membangun negeri. Hidup hukum yang adil! Hidup polisi! Hidup Indonesia!

Lihatlah lebih dekat, maka engkau akan bijaksana!




Refleksi sebuah status di facebook
05 Januari 2012, 13: 06

Vissiana Rizky Sutarmin

Senin, 02 Januari 2012

Belajar Mencinta




Kawan, aku sedang belajar mencintai-Nya dengan tulus
Tak ku hiraukan sungai-sungai damai dan permadani-permadani hijau riang
Tak ku idahkan jilatan merah menyala dan raksasa-raksasa murka menyiksa
Inikah cinta?

Kawan, aku sedang belajar mencintai-Nya dengan tulus
Ku lupakan semua mangsa, biar berlalu
Meski meninggalkan noktah hitam membeku, mengganggu!
Ku kubur peluh darah, ku kumpulkan dalam kotak amnesia
Biar kelak jadi hadiah indah manis pekat
Inikah ketulusan?

Kawan, aku sedang belajar mencintai-Nya dengan tulus
Sungguh, aku ingin enyah dari ini semua
Lelah, aku mulai ingin berjalan seimbang
Menikmati awan dan barisan cemara nan ramah
Biar tak ada lagi sebab
Biar tak ada lagi ceramah
Biar tak ada lagi tuduhan tersangka

Kawan, kuharap ini cinta
Ku harap ini ketulusan..

Tuhan, semua ku lakukan karena cinta
Cinta satu sebab
Cinta karna cinta..

Addhoif
Vissiana Rizky Sutarmin

02 Januari 2012, 14:36