Sabtu, 11 April 2015

Menulis untuk Mentertawakan Diri Sendiri




Merayakan Postingan ke- 62

Postingan ke- 62 itu sebenarnya tidak ada apa- apanya. Saya hanya penulis amatir dibandingkan mereka penulis- penulis keren yang jumlah karyanya ribuan bahkan jutaan. Tapi, izinkan saya merayakan ini, sebagai tanda syukur saja, syukur atas segala hal. Oya satu lagi, saya tulis ini sebagai bentuk ekspresi saya dalam mentertawakan diri sendiri.

Saya ingin tahu, apa yang terbersit dalam pikiran kalian ketika kalian mendengar kata “mentertawakan”? Tidak perlu mencarinya dalam kamus Bahasa Indonesia karena memang tidak ada. Itu artinya kata “mentertawakan” bukan kata yang baku? Iya betul, hehe.

Tentang Hikmah





Beberapa bulan yang lalu saat saya dan bunda masih harus bolak- balik Rumah Sakit Al- Ihsan Baleendah, saya ingat betul bagaimana rasa dan aroma setiap sudut ruang kakek dirawat karena pecah pembuluh darah. Ya, bagi saya, Apa (kakek saya) adalah manusia terakhir dan satu- satunya sosok yang benar- benar membela keluarga saya. Setelah berturut- turut saya kehilangan mamah, kemudian emak, kemuadian Apa Atib. Jauh sebelum itu, bahkan jauh sebelum bunda dewasa, Nenek Rukaesih pun pergi meninggalkan kami.

Sampai pada suatu hari saya pergi keluar ruangan dimana Apa dirawat. Saya benar- benar tidak tahan dengan pemandangan dimana tiga orang perawat mengganti selang di hidung Apa. Apa terlihat benar- benar kesakitan, dia merintih. Saya tidak bisa menahan diri melihat hal tersebut, lantas saya pun memilih untuk pergi ke taman rumah sakit.