Aku
sering mendengar tagline ini, “Don’t judge book by cover”. Sering sekali, saat
diskusi, debat atau sekedar ngobrol ringan dengan teman. Kita tidak boleh
menilai sesuatu hanya dari tampilannya saja, isi seyogyanya lebih penting. Tapi
aku bingung, apakah yang berpenampilan baik pasti baik pula hatinya? Apakah
yang berpenampilan buruk, buruk pula hatinya? Apakah yang berpenampilan baik
bisa jadi buruk hatinya? Atau yang berpenampilan buruk bisa saja baik hatinya?
Sempat
aku menemui orang-orang yang begitu luar biasa. Segala tentangnya aku salutkan.
Kecerdasannya, kesungguhannya belajar, penampilannya yang baik, tutur katanya
yang santun, kesabarannya mengarungi ujian, ketabahannya menerima segala
kekurangan dll. Tapi, setelah dua tahun aku merasa ada sesuatu yang
disembunyikan. Ya, sisi gelap. Wajar memang, menurut ku orang ini tidak salah.
Karna sepertinya memang sudah jadi tabiat manusia untuk menutupi segala
kekurangan dan menonjolkan kelebihan. Manusiawi sekali.
In
other side, aku menemui orang yang tampilannya sangat berantakan, apa adanya,
tidak dibuat-buat, bertingkah biasa saja. Tapi setelah beberapa lama sosoknya
membuat aku malu. Ide-idenya ternyata brilian, kebaikannya pada sesama begitu
luar biasa, mampu melakukan perbaikan pada sisi-sisi yang di lupakan para “pejuang” yang mengaku ingin melakukan
perubahan, dll.
Mungkin
disini letak keluarbiasaannya, meski aku bingung tapi aku yakini ini semua
bukan tanpa hikmah. Memang selalu ada kejutan-kejutan dari Tuhan untuk menguji
kita. Terkadang sesuatu diluar “teks” membenturkan kita pada realitas. Sama
halnya seperti “mengapa terjadi, kedua orangtuanya shaleh tapi anaknya salah?”
atau “ko bisa ya, orang tuanya hidup di dunia penuh kegelapan tapi anaknya
shaleh?”. Padahal baik secara teologis maupun rasional hal itu mungkin aneh.
Tapi
itulah seninya. Tuhan mengajarkan kita untuk bijak. Bahwa apa yang mungkin akan
dihadapi sangat jauh berbeda dengan apa yang diujar oleh “teks”. Sungguh, hanya Tuhan yang Maha Tahu isi hati
setiap hamba-Nya. Semoga kita tidak terjebak pada prasangka buruk dan salah
menilai. Semoga kita bisa bijak menghadapi apapun kemungkinan yang terjadi
sehingga tidak adalagi saling menyalahkan oranglain dan membenarkan diri
sendiri.
Tuhan,
beritahu aku mana yang benar-benar baik. Izinkan aku menjadi temannya. Meski
aku sendiri pun tak tahu diri ini benar atau tidak. Tuhan, setiap insan Kau
anugerahkan lebih dan kurang. Begitupun aku. Aku tidak akan menjudge seseorang
yang punya sisi gelap. Karna bisa jadi (pasti) akupun memilikinya. Hanya jujur,
aku tidak suka orang yang berpura-pura benar, membagus-baguskan diri, berbeda
antara kenyataan dengan hati. Tolong jangan pertemukan aku dengan orang yang
seperti itu. Dan aku berlindung atas segala kemunafikan, berlindung atas segala
kesalahan persepsi, berlindung atas kebingungan yang membuat ku berpikir agak
“radikal” malam ini. Tuhan, aku berlindung pada-Mu. Meski aku mungkin belum
benar :(
"Wahai
sekalian orang yang beriman, jauhilah olehmu banyak prasangka, karena sebagian
besar sangka-sangka adalah dosa, dan jangan kamu mengintip-intip, dan jangan
mengumpat (gunjing) setengah terhadap yang lain. Sukakah kamu memakan daging
saudaramu yang telah mati, niscaya kamu jijik terhadapnya. Dan takwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Tuhan Allah adalah pemberi taubat dan amat kasih-sayang.
" (al-Hujurat: 12)
“…Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
segala isi hati.” (Asy-Syuro: 24)
Wallahu’alam..
Cibiru, 30 September 2011 23:38
Vissiana Rizky Sutarmin
Subhanallah.. Kaz, i'm agree with u.
BalasHapus^_^..
BalasHapus