Sabtu, 22 Februari 2014

Sudut Pandang..





Semua berawal saat aku begitu sangat ingin punya teman. Ya, teman. Tapi maksudku teman yang sesungguhnya. Bukan teman yang sekedar status, cukup saling tahu nama dan bertegur sapa. Apalagi sekedar teman facebook yang dengan mudah terhubung meski tak pernah bersinggungan barang satu waktu.

Kau lihat sendiri bukan? Temanku banyak. Cukup berjalan saja dari gerbang kampus menuju ruang kelas, sudah puluhan orang yang menyapa. “Hai, apa kabar?”, “Assalammu’alaikum?”, “Kemana saja kamu?”.

Kau lihat sendiri bukan? Banyak orang yang “nampak” seolah teman dekatku. Mereka dapat posisi seakan paling tahu aku ini siapa. Mereka yang dirasa sangat dekat dan sangat memahami diri padahal aku sendiri hanya cerita sedikit, itupun hanya untuk formalitas bahwa aku menganggap mereka teman yang sangat dekat.

Ini bukan salah mereka. Tolong catat ini! Tak ada satupun dari ribuan temanku yang salah. Aku yang salah. Aku bahkan kesal pada diriku sendiri. “Kenapa pelit sekali beri kepercayaan?”

Izinkan aku beri sedikit rasa maklum pada diriku sendiri. Setelah banyak waktu kuhabiskan untuk mengutuk diri. Tentang mengapa diri ini begitu rumit dipahami bahkan oleh diri sendiri, tentang mengapa banyak dari tindakanku yang dipandang aneh orang banyak, tentang diri yang amat sulit berceritera lewat lisan guna menjadi pengemban amanah hati dan fikiran.

Izinkan aku beri sedikit rasa maklum pada diriku sendiri. Oh, biarlah diri ini begini, setiap orang punya ciri khas bukan? Hal- hal buruk tentang pengkhianatan orang- orang yang terlanjur ku beri kepercayaan, tentang aku yang tak didengar dengan baik padahal sudah banyak energi yang habis untuk mengoceh, tentang mereka yang dengan dingin berkata, “maaf kawan, aku tak merasa diperdengarkan apa- apa. Jangan salahkan aku jika kau rasa sendirian. Kau hanya berlebihan. Biasa saja lah!”

Lalu sekarang, apa semua sepenuhnya salahku jika aku ingin meledak karena tanggung menyimpan segala rasa sendirian? Apa semua sepenuhnya salahku jika kemudian rasa percaya jadi begitu sulit untuk kuberikan?

***
Semua berawal dari akumulasi cobaan yang harus aku hadapi. Terserah kau mau bilang apa. Tapi ini cukup membuat otakku penuh. Belum juga kering luka sayatan dibadan, datanglah lagi luka baru yang amat menyakitkan. Aku ingin berbagi. Tapi tak tahu pada siapa. Aku ingin berbagi. Tapi tak tahu harus seperti apa caranya.

Sial! Mengapa pula yang terfikir olehku itu namamu. Aku hampir menganggap ini sebuah kesalahan yang aku lakukan bahkan dilangkah pertama yakni, terfikir. Baru diotak saja aku sudah merasa bersalah, bagaimanakah lagi jika aku merealisasikannya? Oh Tuhan, aku tahu Engkau Maha Baik. Sedikit berbagi pada seseorang kuharap bukanlah dosa.

Baik, aku urungkan saja. Aku bahkan tidak tahu harus memulainya dengan kata apa. Sapa dulu, tanyakan kabarnya, ah, sudahlah, ini saja hampir membuatku muak! Selesai sampai disini, rencanaku untuk berbagi, batal!

Tapi tunggu, aku bukan robot! Please, aku pun punya hati untuk merasa dan otak untuk berfikir. Aku hampir tak tahan lagi dengan semua beban yang kupendam hampir seumur hidupku. Ayah, bunda, teman- temanku, mereka semua tidak bersalah. Mereka hanya tak punya cukup waktu, dan kami tak pernah dapat titik temu. Oya, merekapun punya urusan hidup yang harus mereka jalani. Ini alasan yang cukup, bahwa mereka seyogyanya adalah orang- orang baik, yang tak ingin aku ganggu.


***
 Izinkan aku beri sedikit waktu pada diri untuk dipahami. Bahwa aku terlahir bukan sebagai seorang manusia super. Tolong garis bawahi ini! Aku hanya manusia biasa, yang sewaktu- waktu tak tahan menanggung segala hal yang telah terjadi sendiri. Aku sangat ingin berbagi. Sedikit dapat motivasi. Dan, dipandang dengan sudut prasangka yang baik tanpa caci maki.

 ***
Jangan tanyakan dulu mengapa kamu yang aku ajak berbagi! Aku sendiri pun tidak tahu. Bingung. Aneh juga rasanya. Mengingat kamu hanyalah seseorang yang aku kenal selewat saja.
Baik, aku hanya ingin merasa punya teman. Tolong jangan salah faham.
Hingga permulaan dari segalanya pun dimulai.

***
Kita tak berbincang cukup lama, tapi entah mengapa aku merasa mengenal kamu dengan baik. Semuanya mengalir begitu saja seolah kamu bukan orang asing. Kita baru bicara satu tema saja, itupun secara tak langsung. Tapi kaget, tawa, sedih dan kecewa bisa aku rasakan diwaktu yang hampir bersamaan. Kamu juga kah?

Semua mengalir begitu saja. Apa ini sebuah kesalahan?

***
 Aku sadar betul aku belumlah bisa dikatakan sebagai orang yang baik. Tapi aku hampir selalu merasa bersalah tiap kali pembicaraan kita berlanjut, pada tema- tema lain. Misalnya kabar, kegiatan atau sekedar perkembangan studi. Aku tahu Tuhan Maha Baik. Dia tahu maksudku lebih dari apapun dan siapapun.

Aku hanya ingin punya teman. Tolong jangan berfikir buruk tentangku.

***
Hingga pada suatu ketika muncul satu tanya yang membuat luka lamaku terasa perih kembali. Maaf, tapi jujur saja pertanyaannya membuat aku kesal. Kesal pada diri sendiri. Mengapa membiarkan lagi orang lain menyinggung hal yang sesungguhnya sangat ingin aku simpan rapat- rapat.

Tapi bukan salahnya. Wajar saja jika dia ingin tahu. Tapi masalahnya semua tak sesederhana ini. Jika aku jelaskan yang sebenarnya, maka itu akan mengundang sisi- sisi lain yang amat sangat privat. Jujur, aku masih takut kalau- kalau dia bukan orang yang tepat.

***
 Kamu nampak kecewa waktu kubilang aku tak mau membahasnya. Semuanya jadi terasa aneh. Aneh sekali. Kenapa jadi begini. Oh, hal yang kutakutkan nampak terjadi lagi. Aku berbagi, tapi tak sepenuh hati, hingga itu jadi sebuah makna tersirat yang menyakitkan. Kamu merasa tidak dipercaya.

Dengarkan ini baik- baik! Setelah ini aku berjanji akan membiarkanmu mengambil langkah dan pemikiran sendiri. Setelah ini aku berjanji tak akan hadir lagi jika itu kamu rasa mengganggu. Dengarkan ini baik- baik!

Aku tak ceritakan sepenuhnya, bukan berarti itu isyarat bahwa kamu tidak bisa dipercaya. Sama sekali tidak seperti itu! Aku hanya tidak tahu harus memulainya dari mana. Hanya itu!

Aku tahu kamu orang yang baik, dan bisa dipercaya.
Aku harap kita bisa berdamai dan berteman sekarang.
Memulai segalanya lagi dari garis awal yang menyenangkan.

Maaf mengganggu..