Bila
kita mau sedikit saja menyisihkan waktu kita untuk merenung, tentu akan ada
rasa keprihatinan yang mendalam atas apa yang terjadi pada generasi muda di
negeri ini. Betapa tidak, hasil riset dari penelitian yang dilakukan oleh
KOMNAS Perlindungan Anak(2007) maupun BKKBN (2010) menyebutkan bahwa lebih dari
50% remaja perempuan telah kehilangan keperawanannya serta mengaku pernah
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Parahnya, sebagian dari mereka
mengalami kasus hamil diluar nikah yang sudah barang tentu “melahirkan”
persoalan lain yakni maraknya praktik aborsi illegal.
Pun
pada kasus narkoba. Barang haram ini tercatat telah dikonsumsi oleh sekitar 19%
dari jumlah keseluruhan remaja di Indonesia. Itu berarti sekitar 14 ribu remaja
telah terindikasi sebagai pengguna narkoba baik itu jenis ganja, ekstasi,
amphetamine ataupun lem.
Tentu
hasil riset tersebut bukanlah suatu pertanda bahwa bangsa ini kelak akan menjadi
bangsa yang besar, tapi justru sebaliknya. Ini merupakan indikasi bahwa cepat
atau lambat, bangsa ini akan menemui ajalnya. Terkecuali jika kebobrokan ini
dienyahkan sebelum meradang tak tersembuhkan.
Salah Memahami Kata “Gaul”
Berbicara
soal degradasi moral khususnya pada generasi muda di Indonesia , membuat kita perlu
merenung lebih dalam guna mencari tahu apakah sebetulnya yang menyebabkan
kondisi generasi muda kini menjadi begitu memprihatinkan?
Tak
bisa dipungkiri, factor penyebab akan menjadi sangat mungkin berbeda-beda
bergantung pada siapa individunya. Namun, ada satu hal yang nampaknya telah
meradang hampir pada semua generasi muda yakni kesalahan dalam memahami kata “gaul”.
Kata
“gaul” tentu bukalah barang baru terlebih di dunianya kaum muda. Bila kita
perhatikan, generasi muda kini lebih memandang bahwa seseorang itu gaul
manakala memiliki pengetahuan luas soal fashion dan model pakaian terkini, up date soal film-film terbaru, album
para penyanyi atau grup band teranyar. Bahkan banyak diantara mereka yang
begitu fasih mengetahui bagaimana lifestyle para selebritis idolanya.
Selintas
tidak ada yang salah dengan aktivitas mencari tahu perkembangan music, film,
mode maupun trend hidup masa kini oleh para remaja. Namun hal tersebut bisa
menjadi cikal bakal pemicu rusaknya moral manakala kaum mudanya mulai latah untuk
mengikuti gaya hidup tersebut. Padahal gaya hidup tersebut telah membawa ide permisivisme (serba boleh) serta hedonisme (pemujaan terhadap
kenikmatan yang bersifat materi dan jasadi belaka) yang
sudah pasti merupakan pertanda buruk eksistensi bangsa dan agama.
Bukan
hanya itu, racun permisivisme
dan hedonisme juga akan membuat kaum muda mengalami penurunan
intelektual, penurunan produktivitas untuk berkarya hingga penurunan kepedulian
pada sekitarnya.
Inilah
embrio dari hancurnya generasi muda. Berawal dari salahnya kaum muda menilai
istilah “gaul”. Sehingga, baik disadari maupun tidak mereka sedikit demi
sedikit terperosok pada jurang permisivisme
dan hedonisme.
Hingga pada akhirnya kasus- kasus yang melanda
generasi muda tidak jauh dari narkoba, kriminalitas, seks bebas, minuman keras
dan masih banyak lagi kasus lainnya. Bila sudah begini, siapakah kemudian yang
harus bertanggung jawab? Tidak perlu menuduh siapapun, karna keputusan untuk
merubah diri kearah yang lebih baik ada ditangan pemuda itu sendiri, tentunya
ditambah dukungan dari keluarga, lingkungan, tokoh agama, guru maupun
pemerintah.
Agar Tidak Latah Kemudian
Ada
salah satu nasehat Imam Syafi’I yang patut kita renungkan. Beliau mengatakan
bahwa pemuda yang diakui eksistensinya dalam kehidupan hanyalah pemuda yang
memiliki dua hal, yakni ilmu dan iman. Bila kedua hal tersebut tidak ada dalam
diri seorang pemuda, maka kehadirannya di muka bumi ini tidak akan punya arti.
Diakui
maupun tidak, lemahnya iman pada generasi pemuda telah membuat mereka menjadi
tidak selektif dalam menerima hal-hal baru dari luar dan cenderung menjadi
latah dalam menjalani kehidupan. Padahal hal-hal baru yang datang dari luar
(red: barat)bila kita tidak cerdas menyaringnya justru malah akan membawa kita
kepada isme-isme yang menyesatkan. Sehingga, alangkah bijaknya manakala langkah
awal perubahan dimulai dengan mengokohkan iman serta mengokohkan aspek
penunjang lainnya seperti keilmuan, jaringan, amal, ekonomi dll.
Janganlah
takut dikatakan norak bila kita punya
semangat untuk selalu meningkatkan keimanan dan ilmu pengetahuan kita, baik itu
ilmu agama maupun ilmu umum yang bermanfaat. Adalah hal yang luar biasa
manakala generasi muda Indonesia memiliki keimanan yang kokoh, semangat tinggi
untuk terus belajar dan memperluas wawasan serta punya kepedulian pada sesama.
Itu baru gaul!
Ayo Bergerak, Tuntaskan Perubahan!
“Pohon
pisang tidak akan berbuah sebelum bertunas”
Bila
kita perhatikan, tidak ada pohon pisang yang berbuah sebelum bertunas (generasi
penerus). Pohon pisang lebih mendahulukan menyiapkan generasi penerusnya
sebelum berbuah. Jika pohon pisang berbuah, sudah pasti akan ditebang karna
tidak akan berbuah lagi. Sungguh tidak terbayangkan bagaimana jadinya populasi
pohon pisang jika sebelum bertunas pohon pisang sudah harus ditebang.
Ada
hikmah yang bisa kita ambil dari quote diatas, yakni mengenai urgensi generasi
muda sebagai penerus dalam memperjuangkan bangsa ini lebih baik kedepannya.
Tentu, menjadi generasi muda tidaklah mudah, banyak cabaran yang terkadang
memupuskan asa kita untuk melakukan perbaikan. Namun, sejenak tengoklah raksasa
dalam diri kita. Kita sebetulnya kuat, penuh potensi dan punya semangat tinggi.
Bangunkanlah raksasa itu!
Generasi
muda Indonesia bukanlah generasi yang lemah. Ayo bangkitkan semangat, jangan
henti belajar dan menebar kebaikan di tanah kita tercinta ini. Masing-masing
dari kita mampu ikut andil dalam perubahan. Lakukanlah yang terbaik yang bisa
kita lakukan untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih baik. Bangkitkan
semangat, kuatkan langkah dan rebutlah setiap peluang. Generasi muda Indonesia,
bisa!
Vissiana Rizky Sutarmin
Renungan menuju 1 Desember 2011 (Hari AIDS)
Rumah, 30 November 2011