Rabu, 30 November 2011

Generasi Muda, Jangan Latah!




Bila kita mau sedikit saja menyisihkan waktu kita untuk merenung, tentu akan ada rasa keprihatinan yang mendalam atas apa yang terjadi pada generasi muda di negeri ini. Betapa tidak, hasil riset dari penelitian yang dilakukan oleh KOMNAS Perlindungan Anak(2007) maupun BKKBN (2010) menyebutkan bahwa lebih dari 50% remaja perempuan telah kehilangan keperawanannya serta mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Parahnya, sebagian dari mereka mengalami kasus hamil diluar nikah yang sudah barang tentu “melahirkan” persoalan lain yakni maraknya praktik aborsi illegal.
Pun pada kasus narkoba. Barang haram ini tercatat telah dikonsumsi oleh sekitar 19% dari jumlah keseluruhan remaja di Indonesia. Itu berarti sekitar 14 ribu remaja telah terindikasi sebagai pengguna narkoba baik itu jenis ganja, ekstasi, amphetamine ataupun lem.
Tentu hasil riset tersebut bukanlah suatu pertanda bahwa bangsa ini kelak akan menjadi bangsa yang besar, tapi justru sebaliknya. Ini merupakan indikasi bahwa cepat atau lambat, bangsa ini akan menemui ajalnya. Terkecuali jika kebobrokan ini dienyahkan sebelum meradang tak tersembuhkan.
Salah Memahami Kata “Gaul”
Berbicara soal degradasi moral khususnya pada generasi muda di Indonesia , membuat kita perlu merenung lebih dalam guna mencari tahu apakah sebetulnya yang menyebabkan kondisi generasi muda kini menjadi begitu memprihatinkan?
Tak bisa dipungkiri, factor penyebab akan menjadi sangat mungkin berbeda-beda bergantung pada siapa individunya. Namun, ada satu hal yang nampaknya telah meradang hampir pada semua generasi muda yakni kesalahan dalam memahami kata “gaul”.
Kata “gaul” tentu bukalah barang baru terlebih di dunianya kaum muda. Bila kita perhatikan, generasi muda kini lebih memandang bahwa seseorang itu gaul manakala memiliki pengetahuan luas soal fashion dan model pakaian terkini, up date soal film-film terbaru, album para penyanyi atau grup band teranyar. Bahkan banyak diantara mereka yang begitu fasih mengetahui bagaimana lifestyle para selebritis idolanya.
Selintas tidak ada yang salah dengan aktivitas mencari tahu perkembangan music, film, mode maupun trend hidup masa kini oleh para remaja. Namun hal tersebut bisa menjadi cikal bakal pemicu rusaknya moral manakala kaum mudanya mulai latah untuk mengikuti gaya hidup tersebut. Padahal gaya hidup tersebut telah membawa ide permisivisme (serba boleh) serta hedonisme (pemujaan terhadap kenikmatan yang bersifat materi dan jasadi belaka) yang sudah pasti merupakan pertanda buruk eksistensi bangsa dan agama.
Bukan hanya itu, racun permisivisme dan hedonisme juga akan membuat kaum muda mengalami penurunan intelektual, penurunan produktivitas untuk berkarya hingga penurunan kepedulian pada sekitarnya.
Inilah embrio dari hancurnya generasi muda. Berawal dari salahnya kaum muda menilai istilah “gaul”. Sehingga, baik disadari maupun tidak mereka sedikit demi sedikit terperosok pada jurang permisivisme dan hedonisme. Hingga pada akhirnya kasus- kasus yang melanda generasi muda tidak jauh dari narkoba, kriminalitas, seks bebas, minuman keras dan masih banyak lagi kasus lainnya. Bila sudah begini, siapakah kemudian yang harus bertanggung jawab? Tidak perlu menuduh siapapun, karna keputusan untuk merubah diri kearah yang lebih baik ada ditangan pemuda itu sendiri, tentunya ditambah dukungan dari keluarga, lingkungan, tokoh agama, guru maupun pemerintah.
Agar Tidak Latah Kemudian
Ada salah satu nasehat Imam Syafi’I yang patut kita renungkan. Beliau mengatakan bahwa pemuda yang diakui eksistensinya dalam kehidupan hanyalah pemuda yang memiliki dua hal, yakni ilmu dan iman. Bila kedua hal tersebut tidak ada dalam diri seorang pemuda, maka kehadirannya di muka bumi ini tidak akan punya arti.
Diakui maupun tidak, lemahnya iman pada generasi pemuda telah membuat mereka menjadi tidak selektif dalam menerima hal-hal baru dari luar dan cenderung menjadi latah dalam menjalani kehidupan. Padahal hal-hal baru yang datang dari luar (red: barat)bila kita tidak cerdas menyaringnya justru malah akan membawa kita kepada isme-isme yang menyesatkan. Sehingga, alangkah bijaknya manakala langkah awal perubahan dimulai dengan mengokohkan iman serta mengokohkan aspek penunjang lainnya seperti keilmuan, jaringan, amal, ekonomi dll.
Janganlah takut dikatakan norak bila kita punya semangat untuk selalu meningkatkan keimanan dan ilmu pengetahuan kita, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum yang bermanfaat. Adalah hal yang luar biasa manakala generasi muda Indonesia memiliki keimanan yang kokoh, semangat tinggi untuk terus belajar dan memperluas wawasan serta punya kepedulian pada sesama. Itu baru gaul!
Ayo Bergerak, Tuntaskan Perubahan!
“Pohon pisang tidak akan berbuah sebelum bertunas”
Bila kita perhatikan, tidak ada pohon pisang yang berbuah sebelum bertunas (generasi penerus). Pohon pisang lebih mendahulukan menyiapkan generasi penerusnya sebelum berbuah. Jika pohon pisang berbuah, sudah pasti akan ditebang karna tidak akan berbuah lagi. Sungguh tidak terbayangkan bagaimana jadinya populasi pohon pisang jika sebelum bertunas pohon pisang sudah harus ditebang.
Ada hikmah yang bisa kita ambil dari quote diatas, yakni mengenai urgensi generasi muda sebagai penerus dalam memperjuangkan bangsa ini lebih baik kedepannya. Tentu, menjadi generasi muda tidaklah mudah, banyak cabaran yang terkadang memupuskan asa kita untuk melakukan perbaikan. Namun, sejenak tengoklah raksasa dalam diri kita. Kita sebetulnya kuat, penuh potensi dan punya semangat tinggi. Bangunkanlah raksasa itu!
Generasi muda Indonesia bukanlah generasi yang lemah. Ayo bangkitkan semangat, jangan henti belajar dan menebar kebaikan di tanah kita tercinta ini. Masing-masing dari kita mampu ikut andil dalam perubahan. Lakukanlah yang terbaik yang bisa kita lakukan untuk membawa bangsa ini kearah yang lebih baik. Bangkitkan semangat, kuatkan langkah dan rebutlah setiap peluang. Generasi muda Indonesia, bisa!


Vissiana Rizky Sutarmin
Renungan menuju 1 Desember 2011 (Hari AIDS)
Rumah, 30 November 2011

Guru, Ajariku Kepakkan Sayap




Teringat kisah bangkitnya bangsa Jepang menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan. Siapa sangka, dahulu bangsa Jepang pernah sangat hancur diluluhlantahkan bom atom sehingga rakyatnya banyak yang binasa dan kalaupun hidup, mereka hidup dalam kecacatan. Saat kondisi Jepang hancur lebur, bukan berapa banyak korban wafat yang ditanya Kaisar Hirohito, bukan pula berapa kerugian yang diderita tapi berapa guru yang tersisa. Ya, guru lah yang menjadi acuan utama, karna masih adanya guru maka harapan kebangkitan Jepang masih terbuka lebar.
Guru yang tersisa saat itu, dipompa semangatnya guna mendidik generasi penerus dengan pendidikan kejujuran, keuletan, semangat dan nasionalisme. Kita bisa lihat hasilnya, kini Jepang menjadi bangsa yang besar, cerdas dan karya-karya anak bangsanya pun tidak bisa dipandang sebelah mata. Disinilah letak betapa posisi guru begitu penting. Sungguh tak dapat dibayangkan jika saat itu guru tidak mendidik generasi muda dengan baik, mungkin kondisi Jepang kini tidak akan jauh beda dengan saat masa kelamnya dahulu.
Pun yang terjadi di Indonesia. Jika kita mau berkaca sebentar saja pada cermin sejarah, sungguh peran guru begitu merasuk sampai relung-relung kebangkitan bangsa ini. Mereka berjuang, mendidik generasi muda dengan menanamkan kesadaran akan harga diri dan bangsa serta menanamkan semangat nasionalisme guna menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik.
Ibarat pohon pisang yang tak berbuah sebelum bertunas, maka guru pun mengerahkan segala potensi dan semangat berkorbannya untuk menyiapkan tunas terbaik yang akan meneruskan perjuangan membawa bangsa ini pada podium jawara. Itulah embrional dari kebangkitan bangsa ini lepas dari belenggu kelam penjajahan.
Guru, dengan segala kelebihan dan semangat berkorbannya kadang terlupakan dalam benak kita. Padahal kita bisa melakukan banyak hal adalah karna pondasi kuat yang guru-guru kita bangun untuk kita, yakni membaca dan menulis.
Guru itu Kaya
Siapa yang lebih kaya dibandingkan guru? Rasanya tak ada, meski mereka bukan kaya dengan harta atau materi tapi lebih dari itu, mereka kaya dengan ilmu dan kebaikan dalam mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Begitu banyak keutamaan yang dimiliki oleh seorang guru, pertama mereka berilmu dan mengamalkan ilmunya pada murid serta masyarakat dan karna itulah pahala yang mereka dapat berkepanjangan dan tidak akan terputus.
“Siapa yang mengajak kejalan mengerjakan sesuatu amal yang baik,  adalah baginya pahala sebanyak pahala orang-orang yang menurutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala itu dari pahala-pahala mereka; dan (sebaliknya) sesiapa yang mengajak kejalan mengerjakan sesuatu amal yang menyesatkan, adalah ia menanggung dosa sebanyak dosa orang-orang yang menurutnya, dengan tidak mengurangi sedikit pun dosa itu dan dosa-dosa mereka.” (Muslim, Abu Daud dan Tirmizi)
Kedua, guru akan selalu mendapat doa kebaikan atas jasanya mengamalkan ilmu. Betapa setiap kata yang keluar dari lisannya mengajarkan setiap muridnya pada kebenaran, akan berbuah doa yang tiada henti bagi kebaikkannya.
“Sesungguhnya Allah, malaikat dan ahli (penduduk) langit dan bumi; hinggakan semut di dalam lubang dan juga ikan paus (meliputi seluruh haiwan di darat dan di laut) mendoakan kebaikan ke atas orang yang mengajarkan perkara yang baik kepada manusia.” (HR Tirmidzi)
Hargai Gurumu!                                      
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang guru selain melihat muridnya menuntut ilmu dengan baik darinya dan mengamalkan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak mengharapkan pujian, sanjungan, hadiah ataupun penghargaan. Melihat muridnya tumbuh menjadi manusia bergunapun telah cukup membayar segala peluh dan lelahnya.
Mulai sekarang, hargailah gurumu! Karna merekalah kita bisa membaca dan menulis sebagai modal awal menapaki jalan berikutnya. Berterimakasihlah atas dedikasi tulus yang guru kita berikan. Taatilah mereka selama apa yang mereka ajarkan adalah kebaikan, ikuti arahan dan bimbingannya karna mereka pasti akan memberikan yang terbaik bagi kita. Dan, doakanlah semoga akan selalu ada kebaikan bagi guru-guru yang tak lelah mengajarkan kita segala hal tentang hidup, kebenaran, perjuangan, semangat dan kesadaran akan harga diri bangsa.
Semoga, diusianya yang menginjak 66 tahun sama seperti usia bangsa ini, guru dapat lebih professional dan berkarakter serta dapat menularkan karekter kebaikannya kepada murid-muridnya. Berkaca dari mirisnya kondisi bangsa kini yang krisis akan kejujuran dan kepedulian. Semoga dapat menjadi suntikan semangat bagi guru untuk terus berjuang menanamkan nilai kejujuran dan kepedulian pada generasi muda Indonesia dan memperbaiki segala bentuk keruntuhan moral yang tengah meradang bangsa ini. Sehingga dimasa depan, bangsa Indonesia dapat kembali pada kejayaan. Teruslah bergerak menuntaskan perubahan pada bangsa ini! Terimakasih guruku.
Guruku tersayang
Guruku tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku, terimakasihku

Selamat Hari Guru yang ke-66, 25 November 2011.
http://kampus.okezone.com/read/2011/11/23/367/533181/guru-ajariku-kepakkan-sayap


Vissiana Rizky Sutarmin
Rumah, 23 November 2011