Agar
Tidak Jatuh Kemudian
Oleh: Vissiana Rizky Sutarmin
“Nahnu du’at qobla kully syai’in”
Sebagai
seorang insan akademika yang bergelut di dunia dakwah dan komunikasi, tentu
kita sudah tidak asing lagi dengan ungkapan diatas. Ya, kita adalah Da’i sebelum menjadi apapun. Sebagai seorang manusia,
kita tidak bisa mengelak dari tugas dakwah dan berdalih bahwa dakwah hanyalah
pekerjaan Kyai, Syekh ataupun Ustadz. Sebaliknya, kita harus bisa menyadari,
menerima serta melaksanakaan tugas mulia itu dengan baik dan amanah.
Menurut
Dudy Imadudin Effendy, M.Ag[1],
seorang da’i bukan hanya seorang yang “ahli” agama, berdiri memberikan khutbah
dibalik mimbar ataupun seseorang yang berpakaian khas muslim ala Aa Gym atau
Ustadz Maulana. Jauh lebih urgent dari itu, adalah niat yang semata-mata hanya
karna Allah. Sehingga, baik itu seorang dokter, guru, mahasiswa ataupun pedagang
kaki lima, jika tujuannya menebarkan kebaikan dan manfaat semata-mata hanya
karna Allah, maka merekapun layak disebut seorang Da’i.
Menjadi
seorang da’i tidaklah mudah, akan banyak rintangan dan cabaran yang menghadang.
Itu semua merupakan proses khas dari dakwah itu sendiri agar kemudian dapat
terlihat, siapa yang sungguh-sungguh berdakwah dan siapa yang lemah, tidak
mampu bertahan bahkan hilang dari kancah pertarungan. Lalu, bagaimana agar
seorang da’i bisa melalui proses seleksi alam tanpa tereliminasi serta tetap
kokoh istiqomah dijalan dakwah?
Agar Tidak Jatuh Kemudian: Kenali
Penyebab-penyebab Tasaquth[2]
“Kebaikan yang tidak terencana,
akan terkalahkan oleh kejahatan yang terencana.” Ungkapan
ini mungkin sudah terlalu sering masuk kedalam telinga kita, namun jarang dari
kita benar-benar mengamalkan pelajaran yang bisa diambil dari ungkapan
tersebut. Dalam kancah dakwah, seorang da’i haruslah merencanakan langkah-
langkah strategis serta amunisi-amunisi penting untuk bertahan dalam menghadapi
berbagai kemungkinan yang akan
melemahkan kita dijalan dakwah . Salah satunya adalah dengan mengenali
penyebab-penyebab tasaquth.
Dengan
mengenali apa-apa saja yang dapat membuat kita terjatuh dari kancah dakwah,
diharapkan kita bisa lebih siap dalam menghadapi ujian tersebut. Dengan
kesiapan menghadapi ujian yang menghadang, tentunya seorang da’i akan lebih
kuat dan tidak begitu saja gugur dalam dakwah.
Fathi
Yakan dalam bukunya “Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah”, membagi penyebab
tasaquth dalam tiga sumber. Pertama, penyebab tasaquth yang bersumber dari
pergerakan, penyebab tasaquth yang bersumber dari individu dan penyebab
tasaquth yang bersumber dari luar (eksternal).
Penyebab
tasaquth yang bersumber dari individu dapat dikatakan sebagai sumber paling
besar yang menyebabkan gugurnya para da’i dari kancah dakwah. Adapun sebagian
dari penyebab tasaquth yang berasal dari individu tersebut adalah watak seorang
da’i yang indisipliner dimana seorang da’i tidak memiliki kesiapan untuk
memikul beban-beban structural, tidak mampu mengatur kehidupannya dan tidak
mampu berorganisasi. Sebab-sebab individu lainnya yakni seorang da’i takut pada
kematian dan kemiskinan, bersikap terlalu ekstrem dan berlebihan sehingga tidak
menerima sikap moderat dan membebani diri melebihi kemampuan, sikap mempermudah
dan menganggap enteng, ghurur[3]
dan senang tampil, cemburu terhadap orang lain yang notabene berlari lebih
cepat dan lain-lain.
Selanjutnya
penyebab tasaquth yang bersumber dari luar (eksternal). Sebab-sebab eksternal
merupakan salah satu factor penyebab bergugurannya sebagian da’i di jalan
dakwah. Secara umum, sebab-sebab tersebut diantaranya adalah tekanan tribulasi
yakni penyiksaan fisik, tekanan keluarga, tekanan lingkungan yang memberi
pengaruh negative lebih banyak, tekanan dari figuritas dan sebagainya.
Adapun
sebab-sebab yang bersumber dari pergerakan diantaranya, lemahnya aspek tarbiyah
sehingga pribadi da’i menjadi kering dan sepi dari kehidupan Robbani serta
kesegaran ruhani. Selanjutnya yakni tidak proporsionalnya pergerakan dalam
memposisikan anggota, lemah dalam kontrol, kurang sigap dalam mnyelesaikan
persoalan, konflik internal, pemimpin yang lemah dan masih banyak lagi.
Kita adalah Milik Masyarakat, Be
Strong!
Menjadi
seorang da’i pasti akan dibenturkan dengan kehidupan masyarakat. Tentunya kita
tahu bahwa ketika kita terjun kedalam mayarakat, kita akan menemui keragaman
dan perbedaan yang terkadang menjadi masalah kalau-kalau kita tidak cerdas
menghadapinya. Dengan mengenal sebab-sebab tasaquth, kita sebagai da’i
hendaknya lebih mempersiapkan daya imunitas kita, bukan malah mundur dan gugur
sebelum bertarung.
Adalah
sosok-sosok da’i yang kuatlah yang dibutuhkan umat ini. Dengan dibenturkannya
seorang dai dalam kehidupan masyarakat, menuntut da’i agar lebih kuat dalam
mengarungi arus deras kehidupan, ombak dahsyat perbedaan, angin kencang
penolakan dan cerdas mengembangkan metode dakwah agar sesuai dengan kondisi,
karakter serta kebutuhan masyarakat. Maka dari itu , be strong! Yakinlah, bahwa
sesungguhnya peluh, lelah, air mata dan darah tidak akan luput dari penilaian
Allah SWT.
Jangan lupakan Ruhiyah!
Seorang
da’i yang excellent, selain harus cerdas secara sosial sehingga tidak ibadah
oriented dan memiliki moral yang dapat menjadi teladan serta membuat mad’u
nyaman menerima pesan dakwah, hendaknya juga dapat memberikan porsi serius
dalam aspek ruhiyah.
Sebagai
seorang da’i, kita harus pula memperhatikan kecerdasan spiritual dengan terus
membasahi ruhiyah dan tarbawiyah kita dengan dzikir kepada Allah. Jangan sampai
seorang da’i rapuh imannya, hampa jiwa dan ruhaninya sehingga pribadi da’i
menjadi kering dan sepi dari kehidupan Robbani serta kesegaran ruhani. Ini
tentu akan berpengaruh pada proses dakwah itu sendiri. Da’i yang kering
rohaninya mungkin akan tetap didengar oleh mad’u. Namun, apakah dengan hati
yang kering kita dapat menyentuh hati mad’u kita? Hingga pada akhirnya, pesan dakwah
hanya sekedar masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Naudzubillah.
Semoga
kita sebagai da’i dapat lebih siap dan kuat menghadapi ujian di jalan dakwah
ini. Karna berjuang di jalan dakwah ibarat berjalan di tanjakan, dimana syeitan
akan terus berusaha menarik tubuh kita agar tergelincir dan jatuh terperosok.
Semoga kita dapat menjadi da’i yang excellent, yang memiliki kecerdasan
spiritual serta kecerdasan sosial dan tetap istiqomah berjuang dalam dakwah.
Wallahu’alam
bishowab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar