Sempat
berfikir, mengapa saudara-saudara saya lebih memilih berpanas-panasan kejalan
untuk meminta bantuan. Mengapa mereka tidak mendatangi intansi terkait yang
dapat membantu mereka mewujudkan asanya, “Membangun mesjid atau pesantren”.
Sempat
juga merasa malu, melihat saudara-saudara saya mempertaruhkan harga dirinya
demi selembar uang lusuh Kapitan Patimura. Atau logam berkarat berlambang
pancasila. Mengapa mereka mempermalukan agama mereka dengan memelas dijalan? Mengapa
mereka tidak meminta “Orang-orang atas” untuk meringankan beban mereka.
Sungguh,
tak pernah saya sangka bahwa jawaban atas keheranan, kebingungan dan tanda
tanya dalam fikiran saya akan terjawab secepat ini. Allah begitu baik, dengan
tidak membiarkan saya terlalu lama dalam jelaga suudzon pada saudara saya
sendiri.
Saudaraku,
terlalu dini memang. Namun, kini saya dapat mengerti. Mengapa kalian lebih
memilih cara radikal dengan meminta-minta dijalan dibanding mengajukan proposal
bantuan pada Kementerian atau lembaga terkait. Mungkin inilah satu dari sekian
banyak alasannya.
Sungguh
saya bersyukur atas luka yang telah ditorehkan para Pejabat Kementerian “X”
kepada saya. Karena dengan itulah saya menangis, mengingat dosa-dosa yang luput
dari taubat, mengingat kedzoliman saya pada saudara saya dan membuat saya
semakin yakin, bahwa dakwah bukanlah jalan bertabur bunga.
Saudaraku,
ternyata sulit ya menemui orang-orang Islam yang dapat menerima saya. Padahal
saya adalah saudara mereka semuslim, dan mereka pun adalah saudara saya
semuslim. Tak pernah saya kira, bahwa prinsip “Antara muslim yang satu dengan
yang lain itu bersaudara” telah lama dimuseumkan. Tak pernah saya duga, bahwa
senyum saudara saya di Kementerian akan semahal ini.
Saudaraku
yang turun kejalan, maaf atas jelaga yang telah saya ukir dalam kanvas
kehidupan yang amat singkat ini. Maaf atas segala prasangka buruk yang pernah
terlintas dalam fikiran saya. Maaf saya pernah berkesimpulan bahwa tindakan
kalian meminta-minta dijalan dengan label “Pembangunan Mesjid” itu sangat
memalukan Islam.
Saya
mengerti, terlalu dini untuk menyimpulkan ini semua mengingat banyak sekali
aspek yang perlu sama-sama kita kaji, agar kemudian tak lagi ada prasangka diantara
kita. Namun, biarlah kekecewaan pada “orang-orang atas” ini menjadi penawar
agar kemudian saya bisa lebih memahami saudara-saudara saya yang dengan speaker
diatas mobilnya menyerukan “Bapak-bapak ibu-ibu yang baik hati, mohon bantuan
bagi pembangunan bla..bla..bla..” Biarlah wajah pahit Kementerian membuat saya
lebih menghormati saudara-saudara saya yang mengarak kotak amal kejalanan.
Saudaraku
yang berpeluh-peluh dijalan, semoga Allah senantiasa memelihara hati kita dari
penyakit dan senantiasa membimbing hati kita agar senantiasa sibuk karena
Allah. Semoga kita semua dilindungi dari niat jahat nan pandir. Semoga Allah
mengampuni kita atas jalan yang mungkin tersalah. Semoga Allah senantiasa
meridhoi langkah kita.
Dan,
untuk saudara-saudaraku para pengabdi negara yang menghabiskan waktu kerja
dikantin, untuk para pengemban amanat rakyat yang duduk santai dengan kepulan
asap dimeja kerja, untuk para pejabat yang lupa bahwa mereka adalah makhluk
lemah, untuk para pegawai negara yang kesulitan ramah melayani rakyat. Semoga
hidayah dan inayah-Nya senantiasa menaungi kalian. Terimakasih atas pengalaman
yang amat berharga ini. Terimakasih telah melempar saya dan mungkin
saudara-saudara saya yang lain bak bola pingpong. Terimakasih atas penerimaan
kalian yang begitu mengesankan.
Ingin
kembali saya tekankan bahwa mungkin terlalu dini untuk menyimpulkan ini semua.
Namun, biarlah ini menjadi catatan kehidupan saya. Biarlah ini menjadi
pengingat untuk saya dimasa depan, bahwa saya pernah menjadi rakyat kecil yang
diperlakukan “istimewa” oleh para pejabat negara. Biarlah ini menjadi bukti,
bahwa kedzoliman pada rakyat kecil yang sering digembar-gemborkan di TV pernah
saya alami sendiri.
Alhamdulillah,
Maha Besar Allah yang senantiasa menyayangi hamba-Nya dengan cara-Nya yang tak
terduga. Maha Besar Allah yang senantiasa menurunkan hikmah agar hamba-Nya
bersyukur dan berfikir.
Senin,
27 Februari 2012 23:22
Refleksi
sepulang dari kantor Kementerian “X”
Addhoif
Vissiana
Rizky Sutarmin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar