Kasus
penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur non aktif Basuki Tjahaya
Purnama atau lebih kita kenal dengan nama Ahok ternyata berpengaruh besar pada
kehidupan masyarakat sehari- hari. Bahkan dikantor, kasus tersebut hampir masuk
ke semua tema pembicaraan orang- orang. Kadang jadi kikuk juga, teman dekat
saya, satu kantor satu ruangan, meja kerjanya tepat disebelah meja kerja saya,
dia seorang Katolik taat.
Bukan
apa- apa, saya hanya selalu membayangkan, bagaimana perasaannya ya saat Ahok
begitu dibenci, saat tertuduh dari ini semua adalah seorang Kristen, ah saya
pasti akan merasa tidak nyaman. Ya meskipun perlu digaris bawahi bahwa Muslim
(termasuk apa yang saya rasakan) SAMA SEKALI TIDAK SEDANG MEMERANGI KRISTEN,
CINA, ATAU APALAH ITU. TAPI INI TENTANG APA YANG ADA DALAM JIWA KAMI, YANG
TIDAK SEMUA ORANG AKAN MENGERTI. Tapi tetap saja tidak akan nyaman, banyak
celah- celah yang bisa jadi praduga, tersinggung sedikit atau banyak pasti akan
ada.
Pada
saat jam istirahat setelah shalat Dzuhur, saya lihat beliau duduk dekat tangga,
saya pun langsung duduk disampingnya sambil bertanya sedang apa duduk sendiri.
Kamipun mengobrol cukup lama, membahas banyak hal. Sampai akhirnya saya
terkejut saat beliau bilang,
“Agama yang ibu
yakini adalah agama yang damai, di agama kami, kami dilarang berbuat buruk,
jangankan pada orang baik, pada orang jahatpun kami harus baik. Yesus
mengajarkan demikian.”
Dalam
hati saya berkata, “Ya tentu, saya tahu.”.
Dari kata-katanya, saya tahu ada kekhawatiran pada diri beliau kalau- kalau
kasus ini membawa pengaruh pada toleransi antar umat beragama, khususnya di
kantor.
“Iya bu, ibu adalah orang yang baik. Apapun
diluar sana, apapun yang ada dimedia baik berita di TV atau online, yang
menghasut satu sama lain agar saling membenci, percayalah bahwa saya tidak
mempan dengan itu. Bagi saya ibu adalah orang baik, ibu menghargai saya sebagai
Muslim dan saya pun paham bagi ibulah agama ibu. Jadi ibu tidak perlu merasa khawatir,
kasus Ahok tidak akan berpengaruh.”
Kamipun
saling tersenyum satu sama lain. Disaat seperti ini, saya jadi ingat Nabi
Muhammad SAW, tak perlu ditanya lagi bagaimana baiknya beliau. Bagaimana
mungkin saya terlintas, terfikir atau terniatkan untuk bersikap buruk, saya
akan sangat malu dan mempermalukan Nabi Muhammad secara tidak langsung juga
tentunya jika sampai itu terjadi.
Perbincangan panjang kami pun berakhir pada sebuah
nasehat indah dari beliau. Nasehat tentang masa muda bagaimana seharusnya dihabiskan,
tentang ibadah- ibadah yang seharusnya dilakukan, tentang iman yang seharusnya
menghujam kian kuat seiring waktu berjalan.
“Ibu
sama seperti kamu, pernah muda, pernah begitu bersemangat akan banyak hal,
pernah dibuat galau bahkan oleh hal- hal yang mungkin sepele, pernah berwaktu
luang, tidak ada beban yang harus ditanggung, tidak perlu jadi tulang punggung,
tidak ada yang ibu pikirkan selain diri sendiri. Maksud ibu, bukan berarti dulu
tidak ada masalah, tapi setelah punya suami dan anak, masalah- masalah yang
dulu ibu alami tentu bukanlah apa- apa..”
Saya masih memperhatikan beliau bicara.
“Ibu
menyesal, kenapa saat dulu muda, saat ibu belum menikah, ibu tidak sungguh-
sungguh beribadah, tidak sungguh- sungguh mendekat pada Tuhan. Bukan tidak bersyukur
dengan keadaan sekarang, puji Tuhan kini ibu merasa lebih dekat dengan-Nya.
Hanya saja, menyesal mengapa tidak bisa lebih baik.”
Mata beliau mulai berkaca- kaca, dan aku masih
memperhatikan setiap apa yang dibicarakannya dengan penuh seksama.
“Kamu
jangan seperti ibu ya. Mumpung sekarang kamu belum menikah, beribadahlah
sebanyak- banyaknya. Sholat, puasa, mengaji, tahajud dan semua yang mungkin ibu
tidak tahu apa namanya. Siapapun punya beban, termasuk kamu sekarang. Tapi
percayalah, semakin usia bertambah, apalagi sudah menikah, waktu akan terasa
semakin mendesak dan menyempit. Jika kamu beribadah sangat banyak dan sangat
baik dimasa muda, itu akan membantumu menghadapi apa yang akan terjadi dimasa
depan.”
Tak terasa waktu istirahat kami hampir habis, beliau pun
menutup pembicaraannya.
“Imanilah agama yang kamu yakini itu betul- betul!”
Saya pun mengangguk sambil tersenyum. Saya mengucapkan
terimakasih pada beliau atas nasehatnya dan dalam hati saya berkata, “Betapa sayangnya Allah padaku, alhamdulillah..”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar