Kamis, 17 November 2016

Bicara Iman dengan Seorang Katolik



Kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur non aktif Basuki Tjahaya Purnama atau lebih kita kenal dengan nama Ahok ternyata berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat sehari- hari. Bahkan dikantor, kasus tersebut hampir masuk ke semua tema pembicaraan orang- orang. Kadang jadi kikuk juga, teman dekat saya, satu kantor satu ruangan, meja kerjanya tepat disebelah meja kerja saya, dia seorang Katolik taat.

Bukan apa- apa, saya hanya selalu membayangkan, bagaimana perasaannya ya saat Ahok begitu dibenci, saat tertuduh dari ini semua adalah seorang Kristen, ah saya pasti akan merasa tidak nyaman. Ya meskipun perlu digaris bawahi bahwa Muslim (termasuk apa yang saya rasakan) SAMA SEKALI TIDAK SEDANG MEMERANGI KRISTEN, CINA, ATAU APALAH ITU. TAPI INI TENTANG APA YANG ADA DALAM JIWA KAMI, YANG TIDAK SEMUA ORANG AKAN MENGERTI. Tapi tetap saja tidak akan nyaman, banyak celah- celah yang bisa jadi praduga, tersinggung sedikit atau banyak pasti akan ada.

Pada saat jam istirahat setelah shalat Dzuhur, saya lihat beliau duduk dekat tangga, saya pun langsung duduk disampingnya sambil bertanya sedang apa duduk sendiri. Kamipun mengobrol cukup lama, membahas banyak hal. Sampai akhirnya saya terkejut saat beliau bilang,

“Agama yang ibu yakini adalah agama yang damai, di agama kami, kami dilarang berbuat buruk, jangankan pada orang baik, pada orang jahatpun kami harus baik. Yesus mengajarkan demikian.”

Dalam hati saya berkata, “Ya tentu, saya tahu.”. Dari kata-katanya, saya tahu ada kekhawatiran pada diri beliau kalau- kalau kasus ini membawa pengaruh pada toleransi antar umat beragama, khususnya di kantor.

            “Iya bu, ibu adalah orang yang baik. Apapun diluar sana, apapun yang ada dimedia baik berita di TV atau online, yang menghasut satu sama lain agar saling membenci, percayalah bahwa saya tidak mempan dengan itu. Bagi saya ibu adalah orang baik, ibu menghargai saya sebagai Muslim dan saya pun paham bagi ibulah agama ibu. Jadi ibu tidak perlu merasa khawatir, kasus Ahok tidak akan berpengaruh.”

Kamipun saling tersenyum satu sama lain. Disaat seperti ini, saya jadi ingat Nabi Muhammad SAW, tak perlu ditanya lagi bagaimana baiknya beliau. Bagaimana mungkin saya terlintas, terfikir atau terniatkan untuk bersikap buruk, saya akan sangat malu dan mempermalukan Nabi Muhammad secara tidak langsung juga tentunya jika sampai itu terjadi.

Perbincangan panjang kami pun berakhir pada sebuah nasehat indah dari beliau. Nasehat tentang masa muda bagaimana seharusnya dihabiskan, tentang ibadah- ibadah yang seharusnya dilakukan, tentang iman yang seharusnya menghujam kian kuat seiring waktu berjalan.

“Ibu sama seperti kamu, pernah muda, pernah begitu bersemangat akan banyak hal, pernah dibuat galau bahkan oleh hal- hal yang mungkin sepele, pernah berwaktu luang, tidak ada beban yang harus ditanggung, tidak perlu jadi tulang punggung, tidak ada yang ibu pikirkan selain diri sendiri. Maksud ibu, bukan berarti dulu tidak ada masalah, tapi setelah punya suami dan anak, masalah- masalah yang dulu ibu alami tentu bukanlah apa- apa..”

Saya masih memperhatikan beliau bicara.

“Ibu menyesal, kenapa saat dulu muda, saat ibu belum menikah, ibu tidak sungguh- sungguh beribadah, tidak sungguh- sungguh mendekat pada Tuhan. Bukan tidak bersyukur dengan keadaan sekarang, puji Tuhan kini ibu merasa lebih dekat dengan-Nya. Hanya saja, menyesal mengapa tidak bisa lebih baik.”

Mata beliau mulai berkaca- kaca, dan aku masih memperhatikan setiap apa yang dibicarakannya dengan penuh seksama.

“Kamu jangan seperti ibu ya. Mumpung sekarang kamu belum menikah, beribadahlah sebanyak- banyaknya. Sholat, puasa, mengaji, tahajud dan semua yang mungkin ibu tidak tahu apa namanya. Siapapun punya beban, termasuk kamu sekarang. Tapi percayalah, semakin usia bertambah, apalagi sudah menikah, waktu akan terasa semakin mendesak dan menyempit. Jika kamu beribadah sangat banyak dan sangat baik dimasa muda, itu akan membantumu menghadapi apa yang akan terjadi dimasa depan.”

Tak terasa waktu istirahat kami hampir habis, beliau pun menutup pembicaraannya.

“Imanilah agama yang kamu yakini itu betul- betul!”

Saya pun mengangguk sambil tersenyum. Saya mengucapkan terimakasih pada beliau atas nasehatnya dan dalam hati saya berkata, “Betapa sayangnya Allah padaku, alhamdulillah..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar